Sekitar akhir tahun 2022, Pemerintah tengah bersiap untuk memberlakukan masa new normal, PSBB mulai dilonggarkan, dan ritel mulai kembali menawarkan berbagai program ke para konsumennya.
Di Jakarta, saat itu hadir ritel baru, sebut saja Ashta District 8, Spark Senayan, Central Market PIK, Cove at Batavia, Urban Farm PIK, Sarinah Redevelopment, dsb.
Ritel-ritel tersebut justru tumbuh kuat di tengah kondisi ekonomi yang penuh tantangan. Berbagai strategi dan konsep baru yang ditawarkan ritel-ritel tersebut, diantaranya seperti area outdoor yang lebih luas dengan biophilic design, tenant/gerai fnb yang mendominasi, ruang untuk olahraga dan hobi lebih aktif, peningkatan ruang komunal untuk interaksi sosial, serta penguatan elemen pengalaman (experiential retail) yang tidak dapat digantikan oleh platform online.
Saat itu, dinamika perkembangan ritel juga diwarnai dengan tumbuhnya Alfresco Dining Retail, yang menawarkan ruang pada lokasi-lokasi baru, dengan ruang outdoor yang luas, dengan gerai fnb dan lifestyle mendominasi, seperti Chillax, One Satrio, By The Sea, dsb. Tercatat, dalam periode tahun 2020-2025 tumbuh sekitar 15 Alfresco Dining Retail di Jakarta.
Di masa transisi pandemi, pertumbuhan ekonomi tercatat berkisar 5,31% (sekitar akhir tahun 2022), angka ini mencerminkan perbaikan, meski tantangan masih dirasakan, seperti tekanan inflasi, gangguan rantai pasokan karena masih ada pembatasan pergerakan, dan tentu saja daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih, dan masyarakat masih relatif hati-hati untuk belanja dan investasi.
Performa ritel di masa transisi pandemi (2H22-2H23), performa ritel terlihat cukup tangguh, dengan detil performa pada tiap kelas terlihat berbeda, kelas ritel menengah ke atas memiliki okupansi sekitar 90%, kelas ini mampu bangkit dan menemukan titik keseimbangan baru, karena sigap dalam beradaptasi dan inovasi, diantaranya dengan melakukan retrofit dan tenancy mix yang diberlakukan untuk menjaga keterisian ruang.
Sedangkan ritel kelas menengah ke bawah memiliki keterisian ruang di kisaran keterisian ruang di kisaran 68%-70%, terus berjuang mengembalikan ritme transaksi seperti sebelum pandemi, yang berada di kisaran 80%-82%.
Dalam publikasi Knight Frank bertajuk Retail Renaissance 2025 disebutkan bahwa “Yang terbesar belum tentu yang terbaik, namun Yang terpenting adalah ‘relevansi’. Dan ‘relevansi’ dapat ditemukan pada aset yang besar, kecil, maupun yang berada di antaranya.”
Seperti kita ketahui bahwa ritel kelas menengah ke atas umumnya memilih area yang besar, bukan tanpa tantangan untuknya bertahan di tengah kondisi ini, namun upayanya dalam beradaptasi sehingga setiap lantai-nya tumbuh relevan, baik terkait tenancy mix dan produktivitas ruang yang telah menghasilkan performa yang resilien, ditunjang dengan kekuatan daya beli pasar di segmen tersebut.
Relevansi adalah buah dari adaptasi, yang dimulai dengan memahami pergeseran trend yang terjadi, diantaranya preferensi minat ruang pengunjung yang berubah, perubahan pola belanja, perubahan nilai belanja, perubahan waktu kunjungan belanja, perubahan lokasi-lokasi yang dikunjungi, perubahan cara bayar, dan tentu saja perubahan kesadaran konsumen terhadap barang dengan nilai kesehatan, perubahan iklim, dan pembangunan berkelanjutan.
Penulis : Syarifah Syaukat
Sumber :
https://kfmap.asia/research/jakarta-retail-market-overview-1h-2025/4406
https://content.knightfrank.com/research/3002/documents/en/retail-renaissance-2025-lesson-5-bigger-better-possibly-relevant-best-definitely-12287.pdf
https://www.kompas.com/