Hunian Dekat Transportasi Publik, Investasi Waktu dan Biaya

Friday, 19 December 2025

Tingginya laju urbanisasi menggeser cara masyarakat kota memilih hunian. Kebijakan Perkotaan Nasional 2045 mencatat bahwa, lebih dari 56% penduduk Indonesia saat ini tinggal di perkotaan dan proporsinya diproyeksikan akan meningkat hingga sekitar 70% pada tahun 2045, dengan demikian maka isu kebutuhan hunian menjadi semakin strategis. 

Di sisi lain, Kementerian Perhubungan menunjukkan bahwa umumnya ongkos transportasi masyarakat Indonesia mencapai sekitar 12,46% dari total biaya hidup, melampaui standar ideal Bank Dunia yang berada di kisaran 10%. 

Kombinasi tekanan biaya transportasi dan lonjakan penduduk yang menetap di wilayah urban ini mendorong pencari rumah untuk menempatkan efisiensi waktu dan biaya, aksesibilitas, mobilitas yang terukur, bukan sekadar luasan bangunan.

Kesenjangan akses transportasi publik yang nyaman di banyak kawasan permukiman membuat kedekatan hunian dengan stasiun atau halte menjadi penentu dalam preferensi konsumen saat ini. Ketika akses transportasi publik dapat dijangkau dengan berjalan kaki, maka konsumen berpeluang menekan pengeluaran transportasi dan mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi. 

Dalam konteks ini, kawasan permukiman yang terhubung dengan jaringan transportasi publik muncul sebagai magnet karena dianggap lebih rasional dari sisi biaya, waktu tempuh, dan kualitas hidup.

Pemerintah merespons dinamika ini melalui pengembangan Kawasan Berorientasi Transit yang menempatkan simpul MRT, LRT, KRL, dan BRT sebagai pusat pengembangan kawasan campuran yang memadukan perumahan, komersial, dan ruang terbuka dalam radius jelajah pejalan kaki. 

Kementerian PUPR menegaskan bahwa hunian terintegrasi simpul transportasi publik merupakan salah satu solusi kunci untuk menyediakan rumah layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan generasi muda, sekaligus menekan kemacetan dan emisi. Hal ini mulai terefleksi pada berbagai proyek hunian vertikal di sekitar stasiun di Jabodetabek. Di sisi fiskal, pemerintah juga memperpanjang insentif PPN Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk rumah hingga 2026, guna menjaga daya beli dan mendorong aktivitas sektor perumahan.

Dalam berbagai laporan risetnya, Knight Frank menyoroti bahwa kedekatan hunian dengan pusat kerja, pendidikan, dan jaringan transportasi publik semakin menjadi faktor penentu keputusan, baik bagi end user maupun investor yang membidik potensi kenaikan nilai jangka panjang.

Dalam konteks ini, peran konsultan riset dan advisory seperti Knight Frank Indonesia menjadi penting untuk membantu pemilik lahan dan pengembang memetakan potensi kawasan, mengukur kelayakan proyek, serta merancang produk hunian yang benar-benar selaras dengan pola mobilitas baru masyarakat kota dan kerangka regulasi pemerintah.

 

Penulis : Arief Fadhillah

Sumber : 
https://kfmap.asia/blog/keunggulan-residential-berbasis-transit-oriented-development-tod/962

https://kfmap.asia/blog/potensi-pengembangan-hunian-vertikal-di-area-transit-massal-di-jakarta/2920

https://kfmap.asia/blog/transit-oriented-development-tod-strategi-pembangunan-memicu-peningkatan-harga-tanah/3471

https://www.bappenas.go.id/

https://www.antaranews.com/

https://finance.detik.com/

https://jakarta.nu.or.id/

https://pajak.go.id/

https://perkim.id/

Share:
Back to Blogs