Biaya Transportasi Harian: Apakah Lokasi Tempat Tinggal Menjadi Faktornya?

Friday, 8 August 2025

Dalam beberapa tahun terakhir, pengeluaran masyarakat untuk transportasi menunjukkan tren yang terus meningkat. Survei Ekonomi Nasional menunjukkan, dalam kurun waktu 2019 hingga 2024, pengeluaran transportasi meningkat sekitar 7,5%. Biaya ini mencakup penggunaan moda, seperti taksi, ojek, mikrolet, dan minibus. Sedangkan pengeluaran untuk bahan bakar, dicatat terpisah.

Namun, kota-kota besar di Indonesia memiliki angka pengeluaran yang lebih besar, yakni rata-rata masyarakat mengalokasikan 11 - 14% dari total pendapatannya untuk transportasi harian (Laporan Kemenhub Tahun 2025). Kondisi ini mencerminkan adanya ketimpangan geografis dan sosial dalam beban biaya transportasi di Indonesia.

Laporan Kementerian Perhubungan memaparkan bahwa pada akhir Juli hingga awal Agustus 2025, Kota Bekasi menempati peringkat pertama dengan pengeluaran transportasi terbesar, yakni Rp1.918.142 per orang per bulan atau sekitar 14,02% dari total pendapatan. Disusul Kota Depok (Rp1.802.751; 16,32%), Kota Surabaya (Rp1.629.219; 13,61%), Kota Jakarta (Rp1.590.544; 11,82%), dan Kota Bogor (Rp1.236.613; 12,54%).

Dirjen Integrasi Transportasi Multimoda Kementerian Perhubungan, Risal Wasal, juga menjelaskan biaya transportasi yang dikeluarkan masyarakat dapat mencapai 12,46% dari total pendapatan. Nilai-nilai tersebut jauh melampaui batas ideal yang ditetapkan oleh Bank Dunia, yakni sebesar 10%.

Kurangnya ketersediaan fasilitas terjangkau dan efisien di sekitar tempat tinggal, dapat menjadi salah satu penyebab tingginya biaya transportasi, terutama di daerah penyangga kota besar. Di kawasan permukiman, khususnya pinggiran kota, seperti Kota Bekasi dan Kota Depok, akses terhadap transportasi massal masih terbatas. 

Kondisi ini mendorong masyarakat untuk lebih bergantung pada kendaraan pribadi, yang akhirnya meningkatkan pengeluaran bulanan untuk bahan bakar, parkir, perawatan, hingga cicilan kendaraan. Selain itu, jauhnya jarak antara tempat tinggal dengan pusat aktivitas, seperti kantor atau sekolah tanpa dukungan transportasi publik yang memadai, menyebabkan waktu dan biaya tempuh semakin besar.

Sejatinya, memilih tempat tinggal yang dekat dengan akses transportasi publik, menjadi pertimbangan utama untuk menekan biaya mobilitas harian. Namun kenyataannya, rumah di lokasi strategis cenderung lebih mahal, seperti yang disampaikan oleh Eksekutif VP Divisi LRT Jabodebek PT KAI, Mochamad Purnomosidi bahwa harga properti dalam radius 0,5 - 1 km dari stasiun LRT, mengalami kenaikan sebesar 40% - 45% dari harga awal di Maret 2025.

Kondisi ini pun menjadi tanggungjawab pemerintah untuk memastikan pemerataan layanan transportasi umum hingga ke seluruh wilayah, termasuk wilayah pinggiran kota, agar seluruh lapisan masyarakat dapat menikmati hak atas mobilitas yang layak, efisien, dan terjangkau.

 

Penulis: Ratih Putri Salsabila

Sumber: 

https://dataloka.id/

https://money.kompas.com/

https://m.antaranews.com/

https://ekonomi.bisnis.com/

https://kumparan.com/

Share:
Back to Blogs