Solusi Pemanfaatan Lahan Kecil untuk Bangunan Rumah Tinggal | KF Map – Digital Map for Property and Infrastructure in Indonesia
Solusi Pemanfaatan Lahan Kecil untuk Bangunan Rumah Tinggal
Friday, 8 April 2022

Masalah keterbatasan lahan dan tingginya permintaan atau kebutuhan akan sebuah perumahan masih menjadi isu besar terutama bagi wilayah kota – kota besar dengan kepadatan penduduk tinggi.

Pengembangan rumah tapak tunggal pun juga dianggap sudah tidak efisien lagi untuk pemanfaatan lahan terbatas terutama jika diterapkan pada kota - kota besar dan daerah peri urban. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan kapasitas pada rumah tapak sehingga dapat memenuhi kebutuhan akan hunian layak di wilayah yang memiliki keterbatasan lahan.

Kementerian Pekerja Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencanangkan konsep tipologi rumah maisonet untuk mengatasi isu tersebut.

Rumah maisonet atau rumah tapak bertingkat secara harfiah berasal dari Bahasa Perancis yang berarti rumah kecil. Konsep rumah maisonet sendiri sudah ada sejak tahun 60-70an di Eropa. Di Inggris tipologi rumah maisonet disebut dengan townhouse, sedangkan di Amerika Serikat disebut duplex.

Di Indonesia sendiri rumah dengan tipologi maisonet masih belum banyak diterapkan. Beberapa regulasi di Indonesia yang mengatur mengenai rumah maisonet antara lain:

1. SNI 03-6981-2004 menyebutkan rumah maisonet sebagai rumah tidak bersusun, merupakan bangunan rumah terdiri dari dua lantai; lantai dasar dan lantai tingkat dihuni atau dimiliki oleh satu keluarga.

2. Pd TD-01-2005-C menyebut rumah maisonet sebagai bangunan rumah deret yang dibangun di atas lahan terbatas, terdiri dari lebih dari satu lantai, dan dimiliki oleh satu keluarga.

3. Permen PU No 12-2009 menyebut rumah maisonet adalah bangunan hunian bukan rumah tidak bertingkat atau bertingkat rendah yang terdiri dari sejumlah unit/satuan hunian yang terpisah.

Direktur Jenderal Cipta Karya Diana Kusumastuti mengatakan, model tipologi hunian maisonet muncul sebagai solusi pemenuhan kebutuhan hunian di kawasan perkotaan dengan keterbatasan lahan yang berakibat pada peningkatan harga unit rumah. Model tipologi ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan lahan agar tercipta lahan permukiman yang compact dengan kepadatan penduduk yang tinggi.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa pada 2016 angka backlog hunian mencapai 11.459.875 dan akan terus meningkat. Sementara ketersediaan lahan untuk hunian semakin sedikit.

Sebagai antisipasi, pemerintah melalui program subsidi pengelolaan dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) telah banyak membangun hunian vertikal berbentuk rumah susun (flat), termasuk rumah maisonet. Oleh karena itu, konsep tipologi ini perlu disosialisasikan secara massal kepada masyarakat ataupun semua pihak yang terlibat pada pembangunan infrastruktur khususnya dibangunan hunian. Sehingga diharapkan bisa terciptanya hunian layak huni bagi seluruh lapisan masyarakat terutama bagi yang berada di area padat penduduk.

 

Penulis: Tasya Oktaviani

Sumber:

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Direktorat Jenderal Cipta Karya

www.bps.go.id

www.liputan6.com

Share:
Back to Blogs