Pertumbuhan gedung perkantoran di CBD Jakarta saat ini cukup aktif, setidaknya terdapat 7,3 juta pasokan ruang kantor di CBD Jakarta, belum termasuk yang tersebar di luar wilayah CBD. Dalam beberapa tahun kedepan, sepertinya masih akan ada tambahan pasokan gedung perkantoran.
Kondisi di atas menjadikan tingkat keterisian memiliki tantangan tersendiri. Seperti yang kita ketahui, bahkan sebelum pandemi, tingkat keterisian gedung perkantoran di Jakarta telah mengalami kontraksi, diantaranya karena stok atau pasokan yang berlimpah, dan tambahan stok terus mengalir.
Terlebih ketika pandemi, diberlakukan pola kerja WFH atau work from home yang juga memberikan dampak tersendiri bagi performa keterisian gedung perkantoran di Jakarta, dan di kota-kota lain di dunia.
Setelah pandemi, adaptasi pola kerja terus bergulir untuk menemukan titik keseimbangan baru yang dinilai efektif untuk mendukung produktivitas kerja yang optimal. Diantaranya adalah pola kerja hybrid, yang artinya sebagian waktu kerja dilakukan di kantor, dan sebagian dilakukan dari rumah atau dari mana saja.
Baru-baru ini, publikasi dari Knight Frank Global yang bertajuk ‘Balancing Acts 2026’ mengungkap beberapa temuan hasil survei terkait tren perkantoran, diantaranya adalah pola kerja hybrid dipilih oleh hampir separuh dari responden. Pola kerja ini akan menjadi baseline untuk produktivitas, dan ruang kerja tetap diperlukan untuk menjadi site of learning, mentoring and skills transfer.
Pilihan berikutnya setelah pola kerja yang menjadi pilihan responden (CRE leaders) adalah pola kerja dengan sistem office first (22%), office only (14%), remote first (7%), dan WFA (4%).
Pada dasarnya pola kerja hybrid memang memberikan fleksibilitas bagi pekerja terkait waktu hadir di kantor, dan dimanapun berada. Namun di tahun 2026 diperkirakan bahwa pekerja memiliki kekhawatiran jika tidak berada di kantor. Dengan demikian, ruang kerja memiliki peran sebagai tempat pekerja tumbuh dan mendapatkan wellbeing, atau keseimbangan hidup yang akan memompa produktivitasnya.
Intinya, pola kerja hybrid menjadi pilihan, namun dibutuhkan modifikasi untuk menjadikan fleksibilitas dari pola kerja ini dapat menstimulasi pekerja untuk tumbuh, baik dari melakukan penataan ulang ruang kerja, membawa nilai/sarana wellbeing sebagai fasilitas di tengah ruang kerja, sehingga menjadikan ruang kerja yang fleksibel tetap mampu menjadi sarana belajar dan bertukar budaya produktif korporasi.
Penulis : Syarifah Syaukat
Sumber :
https://www.knightfrank.com/research/report-library/balancing-acts-corporate-real-estate-in-2026-2026-12568.aspx
https://kfmap.asia/research/jakarta-cbd-office-market-overview-1h-2025/4388