Performa Ritel: Masih Tangguh-kah Setelah Pandemi di Tengah Ekonomi yang Berisik?

Friday, 21 November 2025

Ritel adalah salah satu subsektor properti yang memiliki sifat shorter term bounce, artinya dalam fase pemulihan setelah pandemi memiliki daya pulih yang lebih cepat jika dibandingkan dengan berbagai subsektor lain dalam sektor properti.

Dalam publikasi Jakarta Property Highlight semester satu tahun 2025 yang dirilis oleh Knight Frank Indonesia terungkap bahwa, rerata okupansi ruang ritel di Jakarta berada di angka 77%. Sejak tahun 2021 hingga kini, rerata okupansi ritel berada di kisaran 76%-78%, angka yang terus tertahan jika dibandingkan dengan rerata okupansi ritel sebelum pandemi yang berada kisaran 87%-93%.

Jika ditelusuri per segmen, ritel kelas menengah ke atas, di semester satu tahun 2025 menunjukan ketangguhannya dengan okupansi yang berada di atas rata-rata, yaitu di kisaran 91%, kondisi ini diprediksi akan terus tumbuh di semester kedua tahun ini. Memang setelah pandemi, berbagai strategi diterapkan oleh pengelola ritel untuk bertahan dan terus tumbuh demi memulihkan transaksi ruang ritel.

Berbagai bentuk adaptasi diterapkan, mulai dari inovasi ruang untuk menangkap peluang dari segmen pasar yang masih bergerak, penyediaan ruang fleksibel (pop-up store), gerai yang tumbuh dengan digital-ready, dan juga terlihat tumbuhnya gerai entertainment dengan experience (seperti playground, cinema, escape room, dsb).

Seiring dengan fenomena di atas, gerai FnB (food and beverages) menjadi salah satu yang memiliki resiliensi tinggi, tidak hanya datang dari pemain lokal, tetapi juga regional dan global. Pemain lokal tumbuh subur, seperti Kopi Kenangan, Janji Jiwa, Fore, Haus, dsb. Kita juga mendengar ekspansi dari bisnis fnb regional seperti Mixue, Chagee, KOI The, dsb, sementara itu dari ranah global terlihat beberapa brand yang terus tumbuh seperti Subway, Five Guys, Jollibee, dsb.

Meski, pada saat yang sama, kita juga mendengar ritel FnB besar yang terancam melakukan penutupan, diantaranya terjadi karena buntut dari pengurangan jam operasional ritel di masa pandemi, sehingga terdapat tekanan biaya operasional yang tinggi.

Berbagai gemuruh performa ritel terjadi di tengah kondisi pertumbuhan ekonomi yang berisik atau fluktuatif, saat pandemi pertumbuhan ekonomi ditandai negatif, perlahan bergerak, sampai pada tahun 2022 pertumbuhan perekonomian berada pada kisaran 5% di tengah berbagai tantangan yang belum sirna sepenuhnya, seperti tekanan inflasi, gangguan rantai pasokan karena masih ada pembatasan pergerakan, dan tentu saja daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih, dan masyarakat masih relatif hati-hati untuk belanja dan investasi.

Secara umum, tidak seluruh ritel masih tangguh, namun segmen tertentu masih cukup tangguh bertahan dan mengejar performa seperti masa pandemi, seperti ritel pada segmen menengah ke atas, beberapa yang menjadi indikasi ketangguhan diantaranya ditandai dengan tingkat okupansi yang stabil dan cenderung meningkat, ekspansi tenant yang stabil, baik dari lokal maupun asing, dan adaptasi dan inovasi yang dilakukan terus menerus.

Secara umum, ritel segmen tertentu terlihat cukup tangguh dan terus tumbuh meski di tengah ekonomi yang berisik, namun pada segmen lainnya terlihat masih challenging untuk terus bertahan. Dengan prediksi perbaikan pertumbuhan ekonomi ke depan diharapkan mampu memberikan perbaikan performa yang penuh terhadap ritel di semua segmen. 

 

Penulis : Syarifah Syaukat

Sumber :

https://kfmap.asia/research/jakarta-retail-market-overview-1h-2025/4406

https://content.knightfrank.com/research/3002/documents/en/retail-renaissance-2025-lesson-5-bigger-better-possibly-relevant-best-definitely-12287.pdf

Share:
Back to Blogs