Naming Rights di Transportasi Publik mempengaruhi Properti? Yuk Simak!

Friday, 12 December 2025

MRT, LRT, KRL, dan BRT telah menjadi tulang punggung dari mobilitas komuter di Jakarta, terkhusus bagi komuter yang tidak mempunyai kendaraan pribadi. Secara massal, moda tersebut mengantarkan komuter ke tujuan akhir dengan tarif yang terjangkau.

Tren transportasi publik kini beragam, mulai dari pengembangan kawasan berorientasi transit, integrasi akses dengan retail besar seperti mal, elektrifikasi moda, dan sistem pembayaran terpadu. Selain itu, terdapat juga tren yang mengaitkan transportasi publik dengan penguatan identitas entitas seperti retail, korporasi, FnB, dan brand yaitu hak penamaan atau naming rights. 

Satu hal yang perlu diketahui bahwa hak penamaan dapat memberikan efek positif terhadap sektor properti. Namun, efek positif seperti apa yang akan didapat?

Naming rights adalah hak penamaan yang diberikan pemilik fasilitas kepada suatu brand sebagai bagian dari strategi pemasaran. Praktik ini memanfaatkan fasilitas publik seperti stasiun MRT untuk menempatkan nama sponsor sehingga meningkatkan brand awareness dan exposure. Tren ini mulai populer di Jakarta sejak MRT membuka kesempatan hak penamaan stasiun bagi berbagai korporasi.

Bagi operator atau MRT Jakarta, naming rights termasuk dalam pendapatan non-tarif. Sama dengan halnya iklan yang bisa kita lihat di area concourse dan peron, juga komersial atau retail yang menyewa space untuk berjualan. Bahkan, naming rights menyumbang 50% dari keseluruhan pendapatan non-tarif yang didapatkan MRT. 

Secara jangka panjang, keuntungan ini dapat meningkatkan kualitas MRT dan juga kawasan TOD di Jakarta yang secara tidak langsung juga meningkatkan nilai aset properti tersebut dan di sekitar stasiun MRT. 

Sedangkan entitas yang menyewa hak penamaan MRT akan memperoleh peningkatan brand awareness dan brand exposure yang jauh lebih besar di mata publik. Peningkatan ini terjadi karena nama brand tampil secara konsisten di berbagai titik, mulai dari papan informasi stasiun, signage area, hingga pengumuman audio di dalam kereta, yang setiap hari dilihat dan didengar oleh jutaan komuter Jakarta. 

Pola paparan berulang ini menciptakan efek top-of-mind, karena pengguna MRT secara tidak langsung akan mengingat dan mengasosiasikan brand tersebut dengan pengalaman perjalanan mereka.

Seperti contoh, coffee shop di Cipete yang berhasil mengamankan penamaan stasiun MRT Cipete Raya. Dengan benefit yang didapatnya, kopi ini akan diketahui oleh komuter Jakarta yang jumlah per harinya dapat mencapai 130 ribu penumpang (per November 2025). Hal tersebut akan mendorong komuter untuk membeli kopi tersebut dan meningkatkan penjualan ritel fnb ini.

Tak hanya itu, salah satu korporasi yang memiliki hak penamaan stasiun MRT Setiabudi juga memberikan dampak positif bagi aset propertinya dalam sektor perkantoran dan residensial vertikal atau apartemen. Dengan ini, kawasan TOD di MRT Setiabudi akan menunjukkan identitas yang kuat bagi korporasi tersebut.

Sebagai kesimpulan, strategi ini menjadi menarik karena memberi nilai tambah bagi kedua pihak sekaligus. Kolaborasi antara brand dan infrastruktur publik menciptakan hubungan saling menguntungkan dan sekaligus memberikan dampak positif terhadap pengembangan suatu kawasan.

 

Penulis : Jovan Rafkhansa

Sumber : 

https://www.cna.id/

https://associe.co.id/

https://www.kompas.com/

https://www.metrotvnews.com/

Share:
Back to Blogs