Mengenal Tanah Absentee dan Cara Mengelolanya Agar Tidak Dianggap Ditelantarkan

Friday, 15 August 2025

Tanah merupakan sumber daya dengan nilai ekonomi yang tinggi. Oleh karena itu, sistem hukum pertanahan nasional menekankan pentingnya kepemilikan dan pemanfaatan tanah yang maksimal dan efektif. Apabila suatu bidang tanah tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai tujuannya, negara dapat menetapkannya sebagai tanah terlantar.

Salah satu faktor yang berpotensi menyebabkan tanah menjadi terlantar adalah ketidakhadiran pemilik untuk mengelolanya secara langsung.

Kondisi ini, dikenal sebagai kepemilikan tanah absentee (tanah guntai), didefinisikan sebagai kepemilikan tanah oleh individu atau entitas hukum yang tidak berdomisili di wilayah letak tanahnya berada, sehingga pemiliknya dianggap tidak dapat mengurus aset tersebut secara fisik.

Di Indonesia, keberadaan tanah absentee dianggap berpotensi merugikan masyarakat setempat, karena harga tanah dapat menjadi tidak terkendali dan lebih lanjut bisa menyebabkan kerentanan serta kesenjangan sosial.

Sebagai salah satu bentuk landreform, Indonesia melalui Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, secara eksplisit menegaskan bahwa kepemilikan tanah untuk kepentingan pertanian secara absentee tidak diperbolehkan atau dilarang. 

Peraturan ini diberlakukan agar pemilik lahan dapat secara aktif mengerjakan tanah pertaniannya dan berefek pada kesejahteraan masyarakat sekitar menjadi lebih terjamin, serta memastikan penggunaan tanah yang tepat. 

Namun, perlu digaris bawahi bahwa larangan ini hanya berlaku pada tanah-tanah yang berstatus sebagai lahan pertanian, seperti tanah sawah, ladang, perkebunan, dan lainnya. Meskipun tanah yang dimiliki tidak termasuk dalam larangan tersebut, risiko terbesar bagi pemilik tanah absentee bukanlah status absentee itu sendiri, melainkan status tanahnya yang berpotensi dianggap sebagai tanah yang ditelantarkan

Oleh karena itu, pemilik tanah absentee dianjurkan untuk melakukan pengelolaan dan memanfaatkan tanahnya secara aktif. Sebidang tanah absentee bisa dianggap produktif dan terkelola dengan baik apabila tanahnya diasumsikan dapat bermanfaat berhasil guna dan berdaya guna. 

Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan penggarapan terhadap tanah, perjanjian sewa-menyewa ke masyarakat (leasing), perjanjian bagi hasil (profit-sharing), ataupun melakukan kemitraan.

Selain memanfaatkan tanahnya secara aktif, pemilik tanah absentee juga harus dapat memberikan rekam jejak administrasi dan keuangan yang baik atas bidang tanahnya, seperti dengan melakukan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) secara rutin dan memiliki sertifikat tanah yang sah.

Apabila pemilik tanah absentee gagal memanfaatkan tanahnya secara aktif atau menelantarkannya, maka bidang tanah tersebut akan diambil alih oleh negara dan dilakukan upaya pemulihan, pengelolaan, atau pemberian hak atas tanah kepada pihak lain dengan kepentingan yang jelas.

 

Nama Penulis: Adhika Wisnu Aryo Putro Wibowo

Sumber:

https://kfmap.asia/blog/apa-itu-tanah-absentee/2571

https://kfmap.asia/blog/sekilas-mengenal-tanah-absentee/2064

https://kfmap.asia/blog/bagaimana-mencegah-tanah-absentee-atau-guntai/2577

https://business-law.binus.ac.id/

https://hukumonline.com/

https://peraturan.bpk.go.id/

https://repository.umy.ac.id/

Share:
Back to Blogs