Bagaimana Peraturan Sempadan Sungai Mempengaruhi Nilai Tanah dan Potensi Properti?

Thursday, 5 June 2025

Peraturan mengenai Garis Sempadan Sungai (GSS) di Indonesia memiliki pengaruh besar terhadap nilai tanah dan potensi pengembangan properti. Garis Sempadan Sungai adalah batas terluar dari sungai yang harus bebas dari bangunan permanen untuk menjaga fungsi ekologis dan keselamatan lingkungan. 

Berdasarkan Peraturan Menteri PUPR No. 28/PRT/M/2015, jarak sempadan ditetapkan minimal 10 meter dari tepi sungai di kawasan perkotaan dan 50 meter di kawasan luar perkotaan untuk sungai yang tidak bertanggul. Sementara itu, untuk sungai yang bertanggul, sempadannya minimal 3 meter di perkotaan dan 5 meter di luar perkotaan, dihitung dari kaki luar tanggul. 

Kehadiran peraturan ini berdampak langsung terhadap nilai ekonomi suatu lahan. Tanah yang berada di dalam kawasan sempadan sungai mengalami pembatasan fungsi karena tidak dapat dimanfaatkan untuk pembangunan komersial, perumahan, maupun infrastruktur privat lainnya. Hal ini tentu menurunkan daya tarik investasi pada lahan tersebut. 

Misalnya, di Kecamatan Semarang Utara, salah satu penelitian menunjukkan bahwa nilai tanah di kawasan yang sering terdampak banjir rob dan berada dalam zona sempadan mengalami penurunan signifikan dibandingkan tanah di luar zona tersebut. Berdasarkan data Zona Nilai Tanah (ZNT) tahun 2023, harga tanah rata-rata di area dengan ancaman rob tinggi sekitar Rp3,3 juta per meter persegi, sedangkan di luar area tersebut mencapai sekitar Rp6 juta. Penurunan ini juga dipengaruhi oleh fenomena penurunan muka tanah (land subsidence), yang mencapai 7 hingga 9 cm per tahun di wilayah tersebut. 

Di sisi lain, potensi risiko hukum bagi pemilik lahan juga meningkat. Pada awal tahun 2025, Menteri ATR/BPN menyatakan bahwa pemerintah akan membatalkan sertifikat tanah yang terbukti berada di kawasan sempadan sungai dan diterbitkan secara tidak sah. Sertifikat tersebut akan dicabut, dan tanah dikembalikan menjadi milik negara untuk kepentingan publik dan konservasi lingkungan. 

Sementara itu di Provinsi Jawa Barat, pemerintah telah memetakan ribuan hektare tanah di bantaran Kali Bekasi yang diduga telah disertifikasi secara ilegal. Proses penertiban ini tengah berlangsung, seiring dengan rencana normalisasi sungai untuk mengatasi banjir rutin di kawasan tersebut. 

Menurut salah satu penelitian oleh organisasi lingkungan, selama 30 tahun terakhir terjadi alih fungsi sekitar 23.600 hektare hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Bekasi. Kini, hanya tersisa sekitar 1.700 hektare ruang terbuka hijau, yang sebagian besar berada di zona sempadan sungai. Fakta ini menunjukkan pentingnya penegakan aturan sempadan sungai untuk mencegah kerusakan ekosistem yang berdampak pada nilai properti dalam jangka panjang. 

Peraturan sempadan sungai memang membatasi pemanfaatan lahan, namun memang penting untuk menjaga lingkungan hidup dan mengurangi risiko bencana. Dalam jangka panjang, lahan di zona sempadan bisa menjadi aset hijau strategis jika difungsikan sebagai ruang terbuka hijau yang mendukung keberlanjutan kota. 

 

Penulis : Alivia Putri Winata 

Sumber : 

https://kfmap.asia/blog/aturan-dan-dampak-pembangunan-perumahan-di-daerah-aliran-sungai/3864 

https://peraturan.bpk.go.id/ 

https://ejournal2.undip.ac.id/ 

https://www.merdeka.com/ 

https://www.kompas.id/ 

https://www.esdm.go.id/ 

Share:
Back to Blogs