Transisi setelah <i>Branding </i>Kota Tambang | KF Map – Digital Map for Property and Infrastructure in Indonesia
Transisi setelah Branding Kota Tambang
Date: Tuesday, 18 April 2023

Ilustrasi sebuah kota, umumnya akan bergerak dengan mesin ekonominya masing-masing. Mesin ekonomi yang berlaku di suatu kota sesuai dengan potensi wilayah tersebut. Misal kota wisata, kota bisnis, kota jasa, kota tambang, kota pendidikan, kota hiburan, dsb.

Potensi wilayah dapat bersifat alami atau buatan. Potensi alami umumnya berupa ekstraksi sumberdaya alam atau mengandalkan lansekap wilayahnya. Misalnya kota tambang yang berkembang sesuai dengan kandungan sumberdaya mineral yang ada pada wilayah tersebut.

Kota tambang umumnya identik dengan kesejahteraan wilayah yang tinggi di masa produktivitasnya, dan seluruh warga kota umumnya memiliki kegiatan dari turunan kegiatan pertambangan.

Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki banyak kota tambang, seperti Bontang, Tanjung Enim, Kuala Tanjung, Bangka Belitung, Cilegon, Balikpapan, Tembagapura, dsb.

Namun, seperti Sawahlunto, kota tambang yang telah harus bergeser ke kegiatan ekonomi alternatif lainnya, hal ini karena sumberdaya pertambangan yang ditemukan sejak tahun 1887 memiliki batas waktu ketersediaan atau akan habis pada masanya. Ketika hal ini akan terjadi, maka pengelola kota harus bersiap untuk melakukan transisi ekonomi kotanya, sehingga kesejahteraan wilayah dapat terus berlanjut. Dalam prosesnya transisi di Sawahlunto merujuk pada pola yang dilakukan Kota Essen di Jerman.

Salah satu bentuk transisi yang dapat dilakukan adalah mengembangkan destinasi wisata di kota bekas tambang. Setelah berakhirnya masa produksi tambang, umumnya berbagai sisa kegiatan menjadikan kota akan beranjak menjadi kota mati, dengan sisa ceruk tambang, lingkungan hidup yang tergerus, sisa polutan, dan berbagai sisa kegiatan lain yang umumnya menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah setempat.

Properti kota akan menjadi faktor penting yang melengkapi proses transisi suatu kota, termasuk ketika kota beralih dari fungsi tambang ke fungsi pariwisata.

Misalnya saja, sebagai kota dengan fungsi wisata, maka properti komersial perlu dikembangkan, seperti hotel, pusat perbelanjaan, termasuk pusat hiburan, bahkan properti rumah sakit dapat dipertimbangkan untuk opsi perpanjangan produktivitas kota setelah fungsi sebagai kota tambang berakhir.

Ketika Sawahlunto bergerak menjadi kota wisata, maka setidaknya saat ini terdapat 19 hotel dan 20 homestay untuk mendukung kegiatan wisata, belum lagi termasuk restoran yang berkembang, taman wisata, layanan transportasi yang berkembang mendukung kegiatan wisata.

Lesson learnt dari peralihan tersebut adalah, transisi dilakukan mengarah pada rebranding kota, yang tentu harus melihat tantangan wilayah perlu dikonversi menjadi sebuah peluang untuk membangun produktivitas ekonomi wilayah.

 

Penulis : Syarifah Syaukat

Sumber:

hotel-management.binus.ac.id

infosumbar.net

indonesiadevelopmentforum.com

news.detik.com

 

Artikel Terkait

Batulicin, Tanah Bumbu, Banjarbaru sebagai Kota-Kota Industri Potensial di Kalsel

Demand Hotel Baru di Kawasan Danau Toba

Share:
Back to Blogs