Syarat Hukum Pembebasan Lahan Untuk Jalan Tol

Friday, 16 May 2025

Pembangunan jalan tol merupakan salah satu upaya strategis untuk mengatasi kemacetan lalu lintas dan meningkatkan konektivitas antar daerah. Namun, proses pembangunan infrastruktur ini sering kali menghadapi tantangan, terutama terkait dengan pembebasan lahan yang dibutuhkan untuk proyek tersebut. 

Proses pembebasan lahan mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, serta Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 yang kemudian diperbaharui melalui Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2018.

Berdasarkan peraturan tersebut, proses pembebasan lahan untuk pembangunan jalan tol dimulai dari tahap perencanaan, penetapan lokasi, hingga pelaksanaan. Perencanaan dilakukan oleh instansi yang mengatur penggunaan tanah, seperti Kementrian PUPR melalui Badan Pengatur Jalan Tol. Sementara itu, lokasi pembebasan lahan ditetapkan oleh Gubernur atas usulan instansi melalui konsultasi dengan warga yang terdampak.

Beberapa syarat penting yang perlu diperhatikan dalam pembebasan lahan untuk jalan tol antara lain, yaitu:

  1. Pembebasan lahan diperuntukan bagi kepentingan umum, artinya penggunaan lahan tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat luas dan memberikan kemudahan akses atau pelayanan publik.
  2. Pembebasan lahan harus dilakukan oleh pemerintah atau pihak yang mendapat mandat dari pemerintah, guna memastikan lahan yang digunakan untuk kepentingan bersama, bukan untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.
  3. Dalam proses pembebasan lahan untuk jalan tol harus disertai dengan pemberian ganti rugi yang layak dan sesuai. Jika lahan tersebut tidak dimanfaatkan untuk kepentingan umum, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan keberatan atau tuntutan hukum.
  4. Proses pembebasan lahan harus dilakukan secara transparan dan mendapatkan persetujuan dari pihak yang berwenang, termasuk presiden, agar pelaksanaannya berjalan sesuai aturan. 

Pemilik tanah yang terdampak wajib menyiapkan dokumen kepemilikan, seperti sertifikat hak milik, girik atau akta jual beli yang diakui secara hukum sebagai syarat untuk menerima ganti rugi. Tanah tanpa dokumen yang sah dapat diberikan kompensasi, tetapi memerlukan proses verifikasi dan penetapan penguasaan tanah secara de facto.

Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Pasal 33, ganti rugi diberikan berdasarkan nilai yang ditentukan oleh lembaga penilaian independen yang ditunjuk oleh pemerintah. Penilaian dilakukan dengan mempertimbangkan nilai pasar, penggunaan, letak strategis, tanaman, dan nilai sosial tanah. 

Pemberian ganti kerugian dapat diberikan dalam bentuk uang, tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham, atau bentuk lain yang disetujui kedua pihak.

Biaya pembebasan lahan juga sangat bervariasi. Misalnya, pada proyek Jalan Tol Cisumdawu yang dibangun sepanjang 62,60 kilometer memakan biaya ganti rugi sebesar Rp 2,14 triliun. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi dan kelengkapan legalitas lahan.

Pembebasan lahan jalan tol dapat menjaga keseimbangan antara kepentingan pembangunan dan perlindungan hak warga. Dengan regulasi yang menerapkan ganti rugi dan pendekatan yang transparan, diharapkan proses ini dapat berjalan dengan adil tanpa konflik sosial.

 

Nama: Davin Nathanael Ruslim

Sumber:

https://kfmap.asia/blog/prosedur-pembebasan-lahan-untuk-pembangunan-jalan-tol/3020 

https://blog.justika.com

https://www.akurat.co

https://properti.kompas.com

Share:
Back to Blogs