Potensi & Tantangan Pengembangan Properti berbasis ESG
Friday, 28 February 2025

Pemerintah Indonesia telah memperkenalkan berbagai regulasi yang mendukung pembangunan berkelanjutan di sektor properti. Salah satunya, Peraturan Menteri PUPR No. 21 Tahun 2021 tentang bangunan hijau.

Bangunan hijau, dalam prakteknya mengadaptasi konsep ESG. Dari sisi lingkungan (environmental), indikatornya mencakup efisiensi energi melalui penggunaan pencahayaan LED dan sistem HVAC hemat energi, pengelolaan air dengan sistem daur ulang dan pemanfaatan air hujan, serta pemilihan material bangunan yang ramah lingkungan dan dapat didaur ulang. 

Sementara itu, dari aspek sosial (social), indikator yang dinilai antara lain penyediaan ruang hijau, kualitas udara dalam ruangan, serta desain yang mendukung kesehatan dan kesejahteraan penghuni. Sedangkan dalam aspek tata kelola (governance), indikator yang penting meliputi transparansi dalam operasional, kepatuhan terhadap regulasi keberlanjutan, serta adanya sertifikasi hijau seperti LEED, BREEAM, atau Greenship yang menunjukkan komitmen terhadap praktik ramah lingkungan.

Investor kini semakin sadar akan pentingnya keberlanjutan. Salah satu alasan utamanya adalah pengurangan risiko finansial. Selain itu, proyek ESG juga memberikan akses ke pendanaan hijau, banyak lembaga keuangan yang menawarkan insentif khusus bagi proyek berkelanjutan. 

Selain itu, stabilnya permintaan dari penyewa dan pembeli terhadap bangunan hijau, menjadikan properti dengan standar ESG memiliki nilai jual dan daya saing yang lebih tinggi dibandingkan dengan properti konvensional.

Pengelola gedung yang ingin mengadopsi konsep ESG, perlu memperhatikan beberapa hal, diantaranya melakukan building audit untuk menilai dampak operasional gedung terhadap lingkungan, selanjutnya melakukan telaah kebutuhan renovasi atau melakukan penyesuaian elemen bangunan untuk menyesuaikan dengan kriteria bangunan hijau.

Memang, adaptasi bangunan konvensional ke bangunan hijau membutuhkan biaya, untuk pembangunan dan melengkapi feature berbasis smart technology.

Data Knight Frank Indonesia menunjukan bahwa, gedung perkantoran bersertifikat hijau, seperti yang memiliki sertifikasi GBCI, Greenship, LEED, dsb kini mewakili 14% dari total gedung perkantoran di Jakarta. Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan sejak tahun 2021.

Meskipun tingkat hunian gedung bersertifikat hijau sedikit lebih rendah dibandingkan gedung perkantoran konvensional, namun rata-rata sewa untuk ruang berkelanjutan ini justru lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan bersedia membayar lebih untuk ruang kantor yang selaras dengan komitmen ESG.

Ke depan, pertumbuhan pasar gedung perkantoran hijau di CBD Jakarta akan terus menguat, peningkatan minat terhadap bangunan hijau terus stabil dalam 3 tahun terakhir, seiring dengan semakin banyaknya perusahaan yang memasukkan ESG sebagai instrumen yang diperhitungkan dalam ekspansi bisnisnya.

 

Penulis : Syarifah Syaukat

Sumber:

https://kfmap.asia/research/rilis-pers-jakarta-property-highlight-2h-2024-office/3829

https://kfmap.asia/blog/timbang-timbang-implementasi-esg-pada-aset-properti/3814

https://kfmap.asia/blog/esg-dan-strategi-sektor-real-estate/3779

Share:
Back to Blogs