Tahun-tahun kedepan, pembangunan akan semakin diwarnai dengan penerapan konsep ESG. Hal ini sejalan dengan kebutuhan untuk mengantisipasi risiko perubahan iklim, termasuk keterpaparan sektor real estate terhadap perubahan iklim, menjadi salah satu kunci untuk mencapai ketahanan pengelolaan bisnis.
Menurut Lee Elliot, Head of Global Occupier Research, Knight Frank menyebutkan bahwa, dalam beberapa tahun mendatang, ESG akan menjadi elemen yang menentukan dalam penyusunan strategi real estat, terutama dalam mengantisipasi risiko perubahan iklim.
Namun, tidak dapat dipungkiri tingginya biaya konstruksi bangunan ramah lingkungan, akan menjadi tantangan dalam strategi pengelolaan keuangan.
Di luar isu lingkungan hidup, aspek sosial dan tata kelola dari ESG akan menjadi fokus utama. Kesejahteraan pekerja, keberagaman, dampak terhadap komunitas, dan praktik tata kelola yang kuat akan membentuk strategi dalam sektor real estat.
Hal di atas patut diperhitungkan, karena dalam ranah global akan berlaku sanksi regulasi, kerusakan reputasi, dan tertinggal dalam persaingan untuk real estate yang belum memberlakukan konsep ESG.
Sejatinya, pada tahun 2025, strategi real estat korporasi yang memprioritaskan ESG akan menjadi yang terdepan, membuktikan bahwa keberlanjutan bukan hanya etika yang baik, tetapi juga keputusan bisnis yang cerdas.
Di Jakarta, saat ini CBD Jakarta memiliki sekitar 14% green building yang beroperasi sebagai gedung perkantoran. Green building ini umumnya adalah gedung-gedung baru.
Pasar perkantoran memang sedang mengalami tantangan, bahkan sebelum pandemi terjadi. Diduga karena stok yang besar dan ekspansi perusahaan yang tertunda karena berbagai hal. Tentu saja, tantangan ini menjadi lebih dirasakan oleh office green building yang umumnya memiliki kisaran harga sewa lebih tinggi dari gedung konvensional.
Namun, setelah sekitar 5 tahun terakhir berfluktuasi, di akhir tahun 2024, performa green building mulai terlihat membaik, ditandai dengan okupansi yang mencapai 74%, dan rerata pertumbuhan harga di kisaran 4%. Selain itu penambahan stok green building juga terbilang stabil dalam 5 tahun terakhir ini.
Dengan fitur berbasis teknologi yang meminimkan penggunaan energi, green building memang menjadi ruang yang dicari oleh korporasi multinational yang telah berkomitmen dengan portofolio aset hijau.
Penulis : Syarifah Syaukat
Sumber: