Perspektif: Kearifan Lokal & Penghematan Energi di Sektor Properti | KF Map – Digital Map for Property and Infrastructure in Indonesia
Perspektif: Kearifan Lokal & Penghematan Energi di Sektor Properti
Friday, 24 June 2022

Seperti yang kita ketahui bahwa operasional bangunan memberi kontribusi tinggi terhadap penggunaan energi di perkotaan, yaitu berkisar 40-48%.

Green Building didapuk sebagai salah satu instrumen yang menjadi solusi efisiensi energi, fakta ini dibuktikan melalui beberapa penelitian yang melakukan perbandingan secara terukur mengenai keunggulan implementasi green building dan konvensional.

Penelitian Yuliatna (2015) menyebutkan bahwa, implementasi green building secara jangka panjang (40 tahun) mampu menghemat nilai life-cycle cost (biaya daur hidup bangunan) dibandingkan gedung konvensional dengan biaya daur hidup bangunan mencapai 175%.

Sementara itu, dalam ukuran penghematan dalam jangka pendek, misalnya penggunaan air memiliki perbandingan 3:5 antara green building dengan dengan gedung konvensional, penggunaan listrik untuk pendinginan pada kategori efisien-sangat efisien untuk green building sementara gedung konvensional berada pada kategori cukup efisien-agak boros.

Merujuk berbagai penelitian terkait penghematan energi melalui implementasi green building, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah yang masih panjang, terutama jika dibandingkan dengan capaian beberapa kota global, setidaknya tercatat 23 gedung hijau di Indonesia menurut catatan Green Mark Buildings Directory.

Dalam hal ini Indonesia masih perlu membangun kepedulian seluruh pemangku kepentingan, termasuk pelaku pasar properti. Kepedulian dapat dimulai dengan mengenalkan manfaat jangka panjang dari konsep bangunan hijau berkelanjutan.

Memang penerapan gedung hijau bukan hal yang mudah, kendala pembiayaan kerap menjadi isu. Namun, untuk subsektor residential, kita dapat mempertimbangkan nilai kearifan lokal dalam desain hunian untuk mengakselerasi capaian penghematan energi dan properti hijau berkelanjutan.

Kita seringkali mendengar konsep desain vernakular yang melekat dengan bahasan rumah adat, dalam penelitian yang dilakukan oleh Faisal, dkk (2012) menyebutkan bahwa, rumah adat dengan konsep desain vernakular berbasis local knowledge dan local material umumnya diwujudkan atas pengalaman dan budaya masyarakat lokal yang menyesuaikan dengan kondisi topografis wilayah.

Dalam studinya, Abdurrahman, B, dkk (2019) mengungkapkan bahwa, rumah adat suku Betawi yang dibangun sesuai dengan kriteria desain yang memperhatikan kondisi lingkungan dengan adaptasi fasad tropis mampu menurunkan suhu udara pada bagian ruang tamu dan kamar, masing-masing sebesar 0,9oC dan 2,1oC.

Dengan desain yang menyatu dengan alam, memang sejatinya rumah adat dengan kearifan lokal lebih ramah terhadap lingkungan hidup, baik dari segi desain maupun materialnya. Dalam rangka penghematan energi,  penelitian yang dilakukan oleh Mohammadzadeh (2015) menyebutkan bahwa, bangunan vernakular memiliki rerata penggunaan energi berkisar 16,5-23 kw/m, sementara bangunan modern memiliki rerata penggunaan energi berkisar 24-68 kw/m.

Dengan kesadaran bersama, kolaborasi dan inovasi dari para pemangku kepentingan maka bukan mustahil untuk mencapai penghematan energi melalui kearifan lokal di sektor properti.

Dengan demikian net zero carbon yang menjadi kesepakatan global dapat diukur performanya di tahun 2045, So sudah saatnya think globally act locally.

Penulis: Syarifah Syaukat 

Sumber:

www.jurnal.ubl.ac.id

temuilmiah.iplbi.or.id

www.researchgate.net

www.onesearch.id

http://staging.community-wealth.org/sites/clone.community-wealth.org/files/downloads/paper-kats.pdf

repository.ugm.ac.id

Green Mark Buildings Directory - SLEB

Share:
Back to Blogs