Setelah perundingan di Jenewa antara US dan Tiongkok, yang sepakat menurunkan tarif masing-masing. Dunia menganggap ketidakpastian masih terbentang dalam sektor perdagangan global.
Untuk Indonesia, hal ini tetap menjadi kewaspadaan, yang memiliki celah kesempatan untuk menangkap peluang dari industri yang mencari lokasi selain AS dan Tiongkok.
Dalam ranah regional, Indonesia, bersama Singapore, Australia dan Hongkong memiliki porsi ekspor ke US relatif aman, sekitar 10%. Berbeda dengan Vietnam dengan nilai ekspor ke US yang melebihi 25%.
Publikasi Knight Frank Asia Pasifik, yang bertajuk Whiplash to Resilience, menjelaskan beberapa strategi untuk bertahan di tengah era New World Order.
Dari sumber yang sama disebutkan mengenai posisi negara-negara di Asia Pasifik dalam ketergantungan dan aktivitas ekspornya terhadap US. Indonesia disebutkan sebagai negara dengan kerentanan yang rendah terhadap penetapan tarif Trump, hal ini karena nilai ekspor yang rendah dan ketergantungan yang rendah terhadap US. Pada posisi ini, Indonesia berada bersama Australia, New Zealand dan Chinese Mainland. Sementara itu, Vietnam, Taiwan dan Thailand berada pada posisi dengan kerentanan yang tinggi dengan nilai ekspor yang relatif tinggi, dan ketergantungan yang tinggi.
Pada salah satu sub-bahasan terlait dampak dari kegiatan properti komersial terhadap penetapan tarif Trump, Indonesia tergolong negara dengan posisi yang kuat, dengan posisi sebagai lokasi alternatif untuk pengembangan industri elektronik dan otomotif. Pada posisi ini Indonesia berdampingan dengan India.
Sementara itu, berikut ini beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk bertahan di tengah gejolak tarif saat ini,
Penulis : Syarifah Syaukat
Sumber :
https://apac.knightfrank.com/horizon
https://kfmap.asia/blog/tariff-as-sebagai-the-other-new-normal-phase/3989