Menteri ATR/BPN Arahkan Moratorium Lahan Sawah Untuk Mencapai Swasembada Pangan

Friday, 19 September 2025

Alih fungsi lahan pertanian sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, kebutuhan akan pangan turut berkembang bersamaan dengan membesarnya populasi penduduk Indonesia. Dengan isu tersebut, pemerintah mendorong program swasembada pangan untuk menggenjot produksi pangan nasional. 

Untuk mencapai swasembada pangan, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, melakukan moratorium lahan sawah untuk mengendalikan laju alih fungsi lahan. 

Pada dasarnya, moratorium merupakan suatu upaya penghentian sementara hingga batas waktu tertentu pada suatu aktivitas. Penghentian sementara ini berlaku pada layanan rekomendasi perubahan penggunaan tanah di wilayah yang datanya belum selaras antara kondisi fisik dengan dokumen tata ruang daerah. 

Kebijakan moratorium bertujuan untuk menekan laju alih fungsi lahan sawah serta menjaga ketahanan pangan nasional. Secara spesifik, moratorium dilakukan atas dasar upaya penyusunan rencana aksi pengendalian alih fungsi lahan yang tengah dilakukan Kementerian ATR/BPN bersama dengan Tim Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Di samping moratorium, kebijakan berlanjut pada upaya pembersihan data lahan pertanian. Pasalnya, data lahan pertanian, baik Lahan Sawah Dilindungi (LSD) dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) masih sering simpang siur di lapangan. Terkadang, data sawah tidak sama seperti realitas lapangan, bisa berupa penutup lahan lainnya. 

Cleansing data aksi pengendalian alih fungsi lahan sawah juga dilakukan dengan mengintegrasikan data Lahan Sawah Dilindungi (LSD) ke dalam Rencana Tata Ruang sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).

Dalam rencana aksi tersebut, ada enam fokus utama, yaitu kebijakan dan regulasi, proses bisnis, infrastruktur layanan, pengendalian program, komunikasi publik, serta koordinasi antar sektor. Pemerintah turut membentuk langkah konkret, yakni revisi regulasi, penguatan sistem informasi, dan pelibatan pemangku kebijakan lintas sektor dari berbagai kementerian.

Stranas PK menargetkan dua capaian besar dalam isu alih fungsi lahan, pertama terkendalinya alih fungsi lahan pertanian, dan terbentuknya sistem nasional yang bisa dijadikan sebagai rujukan bersama antara pemerintah pusat dan daerah. Sementara itu, tujuan besarnya kebijakan ini adalah menghilangkan tumpang tindih dalam perencanaan ruang.

 

Penulis: Dita Aulia Oktaviani

Sumber: 

https://finance.detik.com/

https://www.bisnis.com/

https://www.tvrinews.com/

Share:
Back to Blogs