Menilik Infrastruktur Transportasi Perkotaan Setelah Pandemi | KF Map – Digital Map for Property and Infrastructure in Indonesia
Menilik Infrastruktur Transportasi Perkotaan Setelah Pandemi
Monday, 18 April 2022

Meningkatnya penggunaan transportasi publik di Kota Jakarta berdampak kepada peruntukkan lahan di sekitar pusat mobilitas tersebut. Munculnya hunian dan gedung komersial yang dekat dengan stasiun dan halte integrasi membuktikan bahwa pemanfaatan lahan di sekitar kawasan integrasi moda transportasi memang diminati. Namun, perlu disadari bahwa peningkatan penggunaan transportasi publik di Kota Jakarta juga tidak luput dari isu kemacetan.

Kemacetan diakibatkan oleh kurangnya kualitas infrastruktur transportasi, tingginya kepemilikan kendaraan pribadi, hingga perencanaan fungsi lahan yang tidak compact dan mix-use menjadi beberapa penyebab terjadinya kemacetan.

Berdasarkan riset yang dilakukan oleh World Resource Institute, beberapa dampak akibat kemacetan di kawasan perkotaan adalah sebagai berikut:

1. Berkurangnya Gross Domestic Product negara sebanyak 2-5% untuk negara di Asia Tenggara

2. Meningkatnya emisi gas rumah kaca sebesar 21% di kawasan perkotaan

3. Berkurangnya kualitas udara kawasan perkotaan yang berakibat kepada kesehatan publik

Kemacetan bukanlah masalah baru dalam sistem transportasi Kota Jakarta. Setelah penurunan level PPKM - dari level 3 menjadi level 2, Kota Jakarta melihat adanya peningkatan volume rata-rata kendaraan bermotor meningkat sebesar 5,5%. Dilansir dari TomTom Traffic Index, pada tahun 2021, Kota Jakarta menduduki peringkat 46 dari 404 kota berdasarkan tingkat kemacetan.

Berdasar survei yang sama, ditemukan bahwa akibat adanya kemacetan penduduk Kota Jakarta kehilangan 78 jam waktunya per tahun. Dimana dapat disimpulkan bahwa kemacetan yang terjadi di Kota Jakarta juga berdampak pada perekonomian penduduk, tidak hanya pada aspek lingkungan perkotaan saja.

Lalu, bagaimana cara Kota Jakarta menghadapi permasalahan tersebut?

Dalam beberapa tahun belakang, revitalisasi terhadap kinerja sistem transportasi publik menjadi salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan. Penerapan konsep-konsep seperti pengembangan kawasan Transit Oriented Development dan integrasi sarana transportasi menjadi salah satu cara untuk meningkatkan kinerja transportasi publik di Kota Jakarta.

Baru-baru ini muncul rencana adanya pengintegrasian tarif transportasi publik. Tarif terintegrasi dipatok Rp 10.000 untuk durasi tiga jam perjalanan. Kendaraan umum yang akan terintegrasi dalam sistem tersebut berupa moda transportasi Transjakarta, MRT Jakarta dan LRT Jakarta.

Pengintegrasian tarif transportasi publik perlu didukung oleh peningkatan kualitas infrastruktur transportasi seperti jaringan jalan di kawasan perkotaan. Kemudahan menuju pusat-pusat aktivitas, dengan infrastruktur transportasi perkotaan yang link and match diharapkan dapat meningkatkan value pada properti di kawasan tersebut dan sekitarnya. Tentu hal ini akan berdampak pada semakin suburnya pengembangan kawasan hunian maupun komersial di sekitar pusat-pusat aktivitas atau mobilitas.

 

Penulis: Lusia Raras

Sumber:

www.detik.com

www.kompas.com

www.wri.org

www.tomtom.com

www.kompas.com

Share:
Back to Blogs