Memasuki 2023, Apa Kabar Backlog Hunian? | KF Map – Digital Map for Property and Infrastructure in Indonesia
Memasuki 2023, Apa Kabar Backlog Hunian?
Date: Friday, 6 January 2023

Pada penghujung tahun 2022, diketahui bahwa jumlah penduduk Indonesia mencapai 275 juta jiwa, yang berpengaruh terhadap kebutuhan akan hunian. Namun, diketahui bahwa backlog hunian  saat ini masih di angka 12,71 juta, bahkan memiliki kecenderungan untuk meningkat 600 hingga 800 ribu rumah tangga tiap tahunnya.

Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur, Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna mengatakan beberapa strategi pembiayaan perumahan telah disiapkan pada tahun 2023 untuk menekan angka backlog hunian, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Pada tahun 2023 ini, PUPR telah mengalokasikan Rp 30,38 triliun untuk 230 ribu unit rumah melalui program FLPP, SBUM, dan Tapera, termasuk untuk pembayaran SSB yang telah diterbitkan pada tahun sebelumnya. Selain itu beberapa skema pembiayaan pun akan ditawarkan pada tahun 2023, khususnya bagi MBR.

Skema rent to own yang dikombinasikan dengan contractual saving housing merupakan skema yang ditawarkan kepada MBR untuk mendapatkan pembiayaan dari Tapera. Selain itu, penambahan jangka waktu cicilan KPR juga dilakukan untuk menyesuaikan dengan housing career generasi millenial. Tapi, apakah strategi tersebut sudah cukup?

Menurut salah satu pusat riset properti disebutkan bahwa, optimalisasi kinerja bank tanah dinilai juga mampu membantu mengentaskan angka backlog hunian di Indonesia saat ini. Melalui program bank tanah, suplai terhadap rumah layak huni bagi MBR pun akan terjamin, terutama mengingat peningkatan terhadap harga tanah yang mengikuti market mechanism.

Refleksi lainnya adalah arus penyaluran kredit KPR dan penyaluran kredit konstruksi. Melalui data yang dilansir dari Bank Indonesia, diketahui bahwa penyaluran kredit KPR bertumbuh positif pada kuartal III tahun 2022, yaitu sebesar 7,57%, Pertumbuhan kredit KPR ini juga didominasi oleh jual beli rumah tapak yaitu sebesar 36,41%. Namun, hal serupa tidak terjadi pada kredit konstruksi.

Sementara itu, terkait Kredit konstruksi perumahan masih berada dalam zona kontraksi yaitu -0,85% (yoy) pada Oktober 2022. Hal ini memperlihatkan bahwa pembiayaan konstruksi untuk perumahan baru melalui perbankan praktis tidak ada. Kinerja ini mengkonfirmasi hasil survei Bank Indonesia (BI) pada kuartal III-2022 lalu yang menyebutkan bahwa pengembang (developer) yang menggunakan perbankan tinggal 15,89%, dan pengembang lebih memilih menggunakan dana internal untuk membangun.

Dari kondisi tersebut, dapat dipahami bahwa kondisi backlog saat ini tidak disebabkan oleh minimnya pembiayaan yang dapat diberikan, namun diantaranya terjadi karena keterbatasan jumlah pasokan karena peningkatan harga konstruksi. Terlebih mengingat para pengembang  yang lebih memilih pembiayaan internal, tidak sedikit proyek-proyek hunian rumah tapak yang dipasarkan pun bukan untuk segmen subsidi hunian bagi masyarakat.

 

Penulis: Lusia Raras

Sumber:

www.cnbcindonesia.com

www.bisnis.com

www.idxchannel.com

www.detik.com

 

Artikel Terkait:

Menilik Kondisi Kredit Kepemilikan Rumah Bagi MBR

Yuk Simak Mekanisme Rent To Own dan Staircasing Ownership

Strategi Pengembang Agar Dapat Bertahan di Tahun Depan dengan Ancaman Resesi Global

Share:
Back to Blogs