Kerentanan Kebakaran di Permukiman Padat Jakarta: Mengapa Ini Terjadi? | KF Map – Digital Map for Property and Infrastructure in Indonesia
Kerentanan Kebakaran di Permukiman Padat Jakarta: Mengapa Ini Terjadi?
Friday, 24 January 2025

Kota Jakarta menjadi kota metropolitan dengan populasi penduduk mencapai sekitar 10,68 jiwa pada tahun 2024 berdasarkan data IPM 2020 - 2024 oleh Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. Sebagai kota dengan kepadatan penduduk yang cukup padat, Kota Jakarta memiliki beragam tantangan besar, seperti dalam mengelola kawasan permukiman.

Salah satu tantangannya adalah kebakaran yang kerap terjadi di area permukiman padat penduduk. Perisitwa tersebut tentunya tidak hanya menyebabkan kerusakan properti dan mengancam keselamatan jiwa, tetapi juga mencerminkan urgensi penanganan yang lebih sistematis dan efektif untuk memitigasi risiko tersebut.

Peristiwa kebakaran pun, baru-baru ini terjadi di permukiman padat penduduk Kelurahan Kebon Kosong, Kemayoran, Jakarta Pusat pada 21 Januari 2025. Akibatnya, sebanyak 543 unit rumah tebakar dan berdampak terhadap 1.797 jiwa atau 607 Kepala Keluarga yang sebagian harus mengungsi.

Sebelumnya, kebakaran juga terjadi di permukiman padat penduduk Jakarta, yakni di Kampung Bali Matraman, Manggarai, Jakarta Selatan pada 13 Agustus 2024. Peristiwa ini mengakibatkan sebanyak 2.019 jiwa dari 1.050 Kepala Keluarga di 2 RW kehilangan tempat tinggal.

Seringnya terjadi kebakaran di permukiman padat yang mengakibatkan kerugian besar, tentu menimbulkan pertanyaan terkait alasan serta pemicu terjadinya peristiwa tersebut. Jika dilihat lebih dalam, terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab kebakaran di permukiman padat Jakarta, yaitu:

  1. Rumah dan bangunan yang sangat berdekatan sehingga memungkinkan penyebaran api secara cepat serta jalan yang sempit menyulitkan proses evakuasi dan pemadaman api.
  2. Adanya kebiasaan buruk masyarakat yang kerap meninggalkan kompor gas atau alat pemanas yang menyala tanpa pengawasan. Selain itu, gas yang berdekatan dengan kompor juga berpotensi mengakibatkan ledakan. Adanya APAR dapur dapat menjadi salah satu upaya agar masyarakat dapat lebih siap saat darurat.
  3. Kebiasaan merokok di dalam rumah yang terdapat bahan mudah terbakar, seperti karpet, kain, dan kertas, karena puntung rokok yang tidak dipadamkan dengan baik dapat menyulut api.
  4. Penyimpanan bahan mudah terbakar di dalam rumah, seperti bensin, cat, dan bahan kimia yang dapat memperluas api jika terjadi kebakaran.
  5. Masalah kelistrikan, seperti overloading daya listrik akibat keterbatasan kemampuan stop kontak yang bertumpuk, kabel yang tidak terisolasi, dan alat listrik rusak dapat berbahaya dan memicu risiko kebakaran.
  6. Kurangnya kesadaran dan edukasi masyarakat terkait pencegahan kebakaran serta sikap mitigasi saat terjadinya kebakaran, seperti kurangnya kesadaran akan pencegahan kebakaran dan mempersulit petugas pemadam kebakaran karena menjadikannya sebagai tontonan warga.

Faktor – faktor di atas dapat dijadikan masyarakat sebagai bahan evaluasi dalam menghindari perilaku – perilaku yang dapat memicu terjadinya kebakaran. Kesadaran bersama menjadi hal yang penting untuk memperhatikan dan menjaga instalasi listrik, termasuk aksesibilitas jalan dan jaringan yang berfungsi sebagai rute pemadam kebakaran. 

Dengan perhatian serius dan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, serta pihak – pihak terkait, maka risiko kebakaran dapat diminimalkan. Hal ini diharapkan mampu menciptakan lingkungan permukiman yang lebih aman di Jakarta.

 

Penulis: Ratih Putri Salsabila

Sumber:

https://megapolitan.kompas.com/

https://firecek.com/

https://www.merdeka.com/

Share:
Back to Blogs