Bank Indonesia (BI) baru saja mengumumkan penurunan suku bunga acuan menjadi 5,75% dari sebelumnya 6,00%. Langkah ini merupakan bagian dari strategi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Keputusan ini memiliki implikasi luas terhadap berbagai sektor ekonomi, mulai dari investasi, konsumsi, hingga pasar properti.
Suku bunga acuan BI secara langsung mempengaruhi tingkat bunga pinjaman, termasuk KPR. Dengan bunga yang lebih rendah, biaya cicilan rumah menjadi lebih terjangkau bagi masyarakat. Selain itu, pengembang properti dapat memanfaatkan kondisi ini untuk mendapatkan pembiayaan proyek dengan biaya modal yang lebih rendah, sehingga memungkinkan mereka untuk menawarkan harga yang lebih kompetitif.
Adapun dampak penurunan suku bunga pada pasar properti, diantaranya sebagai berikut :
Salah satu dampak langsung dari kebijakan ini adalah turunnya suku bunga KPR. Hal ini menjadi peluang bagi calon pembeli rumah, khususnya generasi muda, untuk memiliki hunian dengan beban cicilan yang lebih ringan. Dengan demikian, permintaan terhadap rumah, baik untuk hunian pertama maupun investasi, diperkirakan akan meningkat.
Selain pasar hunian, properti komersial seperti ruko dan apartemen juga berpotensi mengalami peningkatan permintaan. Biaya pinjaman yang lebih rendah memungkinkan pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) untuk mengakses kredit guna ekspansi usaha, termasuk pembelian atau penyewaan properti komersial.
Pengembang properti dapat memanfaatkan suku bunga rendah untuk memperluas proyek-proyek mereka. Dengan biaya pembiayaan yang lebih murah, mereka memiliki fleksibilitas lebih besar untuk menawarkan insentif seperti diskon harga, cicilan tanpa bunga, atau promosi lainnya yang dapat menarik minat pembeli.
Instrumen properti menjadi semakin menarik bagi investor dalam kondisi suku bunga rendah. Dibandingkan dengan deposito atau obligasi yang menawarkan imbal hasil lebih kecil, properti memberikan peluang keuntungan jangka panjang melalui kenaikan nilai aset dan pendapatan sewa.
Meski prospek pasar properti terlihat masih cerah, ada beberapa tantangan yang perlu diwaspadai. Salah satunya adalah risiko overkredit jika tidak diiringi dengan pengelolaan keuangan yang bijak oleh pembeli. Selain itu, pengembang juga harus berhati-hati terhadap potensi kelebihan pasokan yang dapat menekan harga properti.
Penulis : Muhamad Ashari
Sumber :
https://www.bi.go.id
https://money.kompas.com
https://market.bisnis.com