Pada Maret tahun ini, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengumumkan akan mengajak pemerintah Korea Selatan sebagai salah satu mitra diskusi terkait pembangunan IKN. Hal ini didasari oleh keberhasilan pemerintah Korea Selatan untuk menciptakan tiga “ibukota” dengan konsep smart city, salah satunya adalah Sejong City.
Sejong City merupakan proyek pemindahan beberapa gedung kementerian keluar dari Seoul, yang merupakan Ibukota Negara Korea Selatan. Pemindahan ini dilakukan untuk mengurangi tingkat kepadatan penduduk dan kemacetan yang terjadi di Seoul. Sejong City sendiri terletak 120 km dari Seoul.
Sejong City mulai dikembangkan pada tahun 2007, dan selesai pada tahun 2014. Proyek dengan luas 270 ha tersebut digarap oleh Balmori Associates, H Associates, dan Haeahn Architecture. Dalam pengembangannya, desain Sejong City mengunggulkan elemen arsitektur lansekap, dimana tiga konsep desain dalam kota tersebut adalah:
1. Flat City
Konsep tersebut mengusung nilai kesetaraan. Para arsitek kota tersebut memanfaatkan kontur pada kawasan yang beragam untuk menciptakan keharmonisan antara gedung pemerintahan dengan area residential. Sehingga masyarakat non pekerja pemerintah juga dapat menikmati fasilitas yang ditawarkan oleh Sejong City
2. Link City
Konsep tersebut mengedepankan aksesibilitas di dalam kawasan. Melalui konsep ini diharapkan terdapat interkoneksi antara pemerintah, masyarakat, pekerja, alam, dan kawasan perkotaan yang dapat menumbuhkan komunitas-komunitas di dalam Kota Sejong
3. Zero City
Konsep tersebut menitikberatkan pada zero waste. Konsep ini akan diterapkan pada system infrastruktur Sejong City, dimana penerapannya adalah untuk reuse waste dan reduce pollution.
Adanya ketiga konsep modern tersebut sayangnya belum mampu mendukung Sejong City beroperasi secara optimal sebagai Ibukota. Pada tahun 2019, Sejong City hanya memiliki jumlah penduduk sebanyak 325.000 dimana hal ini belum dapat menyelesaikan permasalahan kepadatan penduduk dan kemacetan yang terjadi di Seoul.
Selain itu, keterbatasan transportasi publik yang terintegrasi, jarak yang cukup jauh dari kota metropolitan terbesar di Korea Selatan, dan kurangnya fasilitas rekreasi dan kesehatan menjadi beberapa alasan mengapa kota tersebut relatif sepi.
Menurut salah satu pakar tata kota dari Yonsei University, karena Sejong City diciptakan sebagai pusat pemerintahan maka tidak banyak pendatang yang ingin menetap disana. Bahkan para pekerja lebih memilih untuk commuting dibanding menetap di Sejong. Ditemukan juga bahwa kebanyakan penduduk yang tinggal di Sejong, bukan berasal dari Seoul, melainkan kota-kota di sekitar Sejong. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya fasilitas yang ada di Sejong City dibanding di Seoul.
Berkaca dari Sejong City, maka refleksi ini diharapkan dapat menjadi lesson learnt untuk pengembangan IKN di Penajam Paser Utara, sehingga dapat terealisasi sesuai dengan harapan.
Penulis: Lusia Raras
Sumber:
www.balmori.com
www.kontan.co.id
www.usnews.com