Aksesibilitas Properti di Hinterland Jakarta, Kebutuhan Transportasi Pengumpan

Friday, 7 November 2025

Permintaan properti mulai meningkat di sekitar area satelit Greater Jakarta, seperti Bogor, Depok, Bekasi, Tangerang, dan Tangerang Selatan. Properti yang diminati berupa apartemen dan rumah tapak dengan luasan kecil yang jauh lebih murah jika dibandingkan dengan area pusat kota metropolitan, yaitu Jakarta. 

Properti di kota satelit tersebut dapat diakses dengan adanya jaringan transportasi yang memadai. Dengan demikian, ketersediaan transportasi publik sangat penting, seperti akses terhadap KRL, BRT, MRT, dan LRT. Umumnya wilayah hinterland kota mempersiapkan diri dengan mengembangkan sarana transit ke sarana transportasi publik, seperti stasiun atau terminal yang dilengkapi dengan sarana transportasi pengumpan.

Transportasi pengumpan memiliki peran yang sama dengan transportasi publik lainnya, dengan tujuan untuk melayani perjalanan first mile dan last mile. First mile dan last mile dapat diartikan sebagai berikut.

  • First Mile dapat diartikan sebagai perjalanan dari wilayah origin (titik awal) seperti rumah tapak, co-living, dan apartemen menuju pemberhentian mass transportation yang terdekat, 
  • Last Mile dapat diartikan sebagai perjalanan dari titik pemberhentian mass transportation menuju tujuan akhir (destination) dari perjalanan, biasanya sekolah, rumah sakit, dan klinik.

Untuk moda transportasi pengumpan, umumnya identik dengan pemberhentian yang sederhana di pinggir jalan, hanya ditandai dengan signage atau rambu bus stop. Contoh dari moda ini yaitu non-BRT (minibus, mikrobus) dan mikrotrans di Jakarta. Moda-moda ini terhitung efektif di Jakarta karena meningkatkan coverage area dari 37.75% menjadi 85%. Hal tersebut dapat meningkatkan keterhubungan antar wilayah.

Keberadaan transportasi pengumpan kerap diabaikan, karena fungsinya yang bersifat menyokong moda transportasi utama seperti commuter line, MRT, LRT dan BRT. Namun, efektivitas pemanfaatan transportasi utama juga sangat tergantung dengan ketersediaan dan jangkauan layanan dari transportasi pengumpan, seperti yang terjadi di Jakarta.

Kota satelit atau wilayah hinterland memang memiliki pasar properti yang potensial. Namun perlu diikuti dengan pengembangan transportasi publik secara terus menerus. Misalnya saja dari ketersediaan ragam moda yang dikembangkan, termasuk sistem teknologi informasi yang mempermudah masyarakat pengguna, seperti yang telah berlaku di Jakarta saat ini.

Transportasi publik merupakan backbone dari infrastruktur wilayah, sehingga tercipta sistem pengelolaan kota yang produktif dan berkelanjutan. Keberadaan dan pengembangan properti di perkotaan sangat tergantung dengan ketersediaan akses terhadap infrastruktur wilayah, karena umumnya tingkat pergerakan masyarakat urban cukup tinggi, baik untuk kegiatan produktif, edukasi maupun kegiatan sosial budaya.

 

Penulis : Jovan Rafkhansa

Sumber : 

https://www.medcom.id/

https://www.kompas.com/

https://www.antaranews.com/

https://www.idos-research.de/ 

https://www.eea.europa.eu/

Share:
Back to Blogs