Tantangan Sektor Residensial pada Tahun 2023 | KF Map – Digital Map for Property and Infrastructure in Indonesia
Tantangan Sektor Residensial pada Tahun 2023
Date: Wednesday, 21 December 2022

Awal tahun 2022 adalah tahun transisi dimana kegiatan-kegiatan kembali normal seperti sebelum terjadinya pandemi. Roda ekonomi secara perlahan berputar kembali, meskipun belakangan dihantui dengan resesi global dan krisis geopolitik yang terjadi di Ukraina.

Berdasarkan prediksi International Monetary Fund World Economic Outlook, Indonesia akan mengalami perlambatan pertumbuhan yang minim pada tahun 2023, dibandingkan dengan negara Asia-Pasifik (APAC) lainnya. Hal tersebut disebabkan oleh sebagian besar bank sentral di APAC mengubah kebijakan moneter untuk mencegah inflasi, pertumbuhan pasti akan melambat.

Perlambatan pertumbuhan juga diiringi oleh meningkatnya suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Hal tersebut membuat para konsumen cenderung menunggu dan tidak melakukan transaksi. Kecenderungan tersebut terlihat pada perlambatan volume penjualan.

Menurut Knight Frank Asia-Pacific, 17 dari 24 kota yang diamati oleh Knight Frank mencatat pertumbuhan harga tahunan residential yang positif pada kuartal ketiga tahun 2022. Ini menurun dari 19 kota jika dibandingkan dengan Q2 2022. Pertumbuhan harga rata-rata untuk wilayah APAC juga melamban dari 5,7% menjadi 2,8% year-on-year (YoY), yang mengindikasikan pasar perumahan di wilayah APAC sudah mulai mendingin setelah ledakan pandemi.

Jika dilihat lebih detail, di Indonesia, penurunan pertumbuhan tersebut terjadi karena penurunan pada rumah sedang sebesar 1.59% (YoY). Dengan perlambatan pada penjualan rumah besar dari sebelumnya 29,86% (YoY) menjadi 19,73% (YoY). Sedangkan terjadi lonjakan pada penjualan rumah kecil dari 14,44% (YoY) menjadi 30,77% (YoY).

Selain dikarenakan oleh suku bunga yang tinggi, terdapat dua hal yang juga menjadi penyebab koreksi harga belum terjadi. Setidaknya dua hal lain menjadi indikasi perlambatan transaksi residential, yaitu disrupsi supply chain akibat pandemi dan pengetatan pasar pekerja. Kedua hal tersebut akan menambah biaya pembangunan rumah yang akan dibebankan pada end-user atau para pembeli rumah.

Berdasarkan Survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia, responden menganggap hambatan penjualan properti disebabkan oleh  kenaikan harga bahan bangunan (25%) dan suku bunga KPR (12%).

Beruntungnya, sebelum percepatan kenaikan suku bunga KPR, banyak otoritas telah menerapkan kebijakan makroprudensial untuk mengendalikan harga rumah.

 

Penulis: Tristan Dimastyo Ramadhan

Sumber:

2023: Pivoting Towards Opportunities APAC Outlook

www.knightfrank.com

www.cnbcindonesia.com

KFMap.asia

 

Artikel Terkait:

Apakah Kenaikan Suku Bunga Mempengaruhi Penyaluran KPR dan KPA

Suku Bunga dan Pendapatan Pengembang Properti

Kenaikan Suku Bunga Tantangan dan Harapan Pertumbuhan Properti Residensial

Share:
Back to Blogs