Seperti yang telah dirilis oleh Pemerintah baru-baru ini, bahwa PPN 12% diberlakukan untuk barang dan jasa mewah, dengan kisaran harga di atas Rp 30M. Kebijakan ini akan resmi diberlakukan pada 1 Februari 2025 nanti. Lalu bagaimana kira-kira implikasinya terhadap sektor properti?.
Sebut saja, sektor residential seperti kondominium mewah. Di awal tahun 2024, penjualan kondominium baru yang mewah hanya berkontribusi sekitar 5,3% dari total penjualan di semester satu tahun 2024.
Secara umum, memang sejak pandemi, penjualan kondominium mewah melemah, dan perlahan terlihat bergerak membaik pada satu tahun terakhir ini, meski demikian perbaikan tersebut belum sama seperti kondisi pra-pandemi.
Peningkatan PPN menjadi 12% diperkirakan akan membuat calon pembeli kondominium premium/mewah menunda keputusan atau memilih segmen yang lebih terjangkau. Sehingga diprediksi performa penjualan kondominium mewah akan kembali tertahan, atau semakin berat.
Sementara itu, untuk sektor ritel diperkirakan tidak terlalu berpengaruh, karena umumnya mata dagang yang diperjual belikan di sektor ritel sebagian besar untuk kelas menengah. Jika merujuk pada tenant di sektor ritel yang aktif berekspansi di beberapa tahun terakhir, seperti FnB, fashion, aksesoris, home appliance, dan sport apparel, maka sebagian besar tenant ini membidik segmen pasar menengah.
Seperti diketahui bahwa, performa ritel Jakarta di awal tahun 2024 terlihat resilien untuk ritel kelas menengah ke atas. Secara kuantitas, jumlah ritel kelas menengah lebih banyak dibandingkan dengan ritel kelas menengah-atas.
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa kekhawatiran peningkatan PPN dapat menurunkan tingkat konsumsi barang mewah di dalam negeri, dan dikhawatirkan akan berujung pada penurunan pendapatan tenant premium di pusat-pusat perbelanjaan mewah.
Dugaan dampak lain dari kebijakan ini adalah potensi peningkatan belanja barang mewah di luar negeri atau membandingkan dengan harga pasar di luar negeri, yang akan terbentur dengan kebijakan kena pajak/cukai dan pemeriksaan imigrasi.
Terlepas dari dampak PPN 12%, faktanya saat ini kemampuan belanja kelas menengah tengah mengalami pelemahan, meski performa ritel cukup bertahan, namun secara umum masih perlu kewaspadaan dalam riding the wave di 2025.
Penulis : Syarifah Syaukat
Sumber:
https://www.cnnindonesia.com/