Pada tahun 2025, Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menetapkan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2025-2029, dimana dalam perpres tersebut, sejumlah proyek infrastruktur strategis di Bali masuk dalam daftar prioritas pembangunan nasional, yang salah satunya adalah rencana pembangunan Bandara Internasional Bali Utara (BIBU).
Rencana Pembangunan Bandara Internasional Bali Utara (BIBU) sudah diinisiasi sejak tahun 2015 oleh I Made Mangku Pastika, Gubernur Bali periode 2013-2018. Wacana pembangunan bandara kedua di Pulau Dewata, yang berlokasi di Bali Utara ini semakin menunjukkan titik terang. Proyek ambisius ini bukan sekadar penambahan infrastruktur, tetapi sebuah langkah strategis untuk mendistribusikan geliat pariwisata, mengurangi beban Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai di Selatan Bali yang sudah padat, dan secara fundamental memajukan perekonomian kawasan Bali Utara, khususnya Kabupaten Buleleng.
Selama bertahun-tahun, fokus pariwisata dan pembangunan ekonomi Bali terpusat di wilayah Selatan. Kondisi ini menyebabkan Bandara Ngurah Rai kerap mengalami kepadatan, sementara wilayah Utara yang kaya akan potensi alam dan budaya, seperti Lovina dan wilayah Kubutambahan, belum tersentuh secara optimal. Selain mengurai kemacetan, bandara Bali Utara ini juga diharapkan dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi baru yang akan membuka ribuan lapangan kerja dan menghidupkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) lokal di wilayah utara dan tengah Bali.
Rencana pembangunan Bandara Bali Utara, yang digagas oleh pemrakarsa PT Bandara Internasional Bali Utara (BIBU) Panji Sakti, bertujuan untuk mengatasi ketimpangan ini. Bandara ini dibangun dengan harapan dapat mengurai kemacetan dengan menjadi bandara penopang utama eksisting bandara Ngurah Rai, bandara ini juga direncanakan memiliki terminal penumpang utama seluas lebih dari 200 ribu meter persegi dan diproyeksikan bisa menampung 20 - 50 juta penumpang setiap tahunnya.
Salah satu perkembangan terbaru yang menarik perhatian adalah desain arsitektur bandara dibuat oleh firma arsitektur Alien Design Consultant (DC) yang mengusung filosofi Tri Hita Karana, kearifan lokal Bali yang menekankan tiga harmoni: hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama, dan manusia dengan alam.
Desain arsitektur bandara ini disebut terinspirasi dari Kura-kura Kosmik—sebuah wujud yang diyakini merepresentasikan perlindungan dan keseimbangan. Filosofi ini diterjemahkan ke dalam bentuk lengkung, pola cangkang, dan integrasi dengan lanskap alam sekitar, menjadikannya bukan sekadar terminal, tetapi perwujudan "roh Bali."
Bandara ini direncanakan akan dibangun seluruhnya di atas pulau buatan seluas 900 hektare di wilayah Kubutambahan, kabupaten Buleleng dan tidak hanya mencakup terminal penumpang, tetapi juga pengembangan Aeropolis (kota bandara) yang terintegrasi dengan mal, ruang konvensi, hotel dan fasilitas lainnya serta infrastruktur pendukung seperti jalan tol dan rel kereta.
Target operasional Bandara Bali Utara di beberapa sumber disebutkan dapat tercapai pada tahun 2028, dengan harapan ground breaking dapat dilakukan dalam waktu dekat untuk mengejar target tersebut. Kehadiran Bandara Bali Utara menandai babak baru bagi pembangunan Bali, sebuah upaya nyata untuk menciptakan Bali yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan merata, menjadikannya gerbang kelas dunia yang tetap berakar pada kearifan lokal.
Penulis : Miranti Paramita
Sumber:
https://detik.com/
https://www.cna.id/
https://id.wikipedia.org/