Pembaruan Kebijakan di Bidang Properti | KF Map – Digital Map for Property and Infrastructure in Indonesia
Pembaruan Kebijakan di Bidang Properti
Date: Friday, 9 April 2021

Sejak dirilisnya Undang-Undang Cipta Kerja hingga saat ini, ada berbagai pembaruan kebijakan di sektor properti. Sebut saja yang terakhir terkait Ratio LTV atau keringanan uang muka sampai 0% yang dirilis oleh Bank Indonesia, dan insentif PPN yang dirilis oleh Kementerian Keuangan.

Dari dua kebijakan terakhir tersebut, tentu saja ini saatnya pengguna properti mencari kesempatan yang pas untuk menikmati insentif, di saat yang sama perbankan akan menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menerapkan kebijakan ini. Demikian halnya pengembang untuk memastikan unit mana yang dapat ikut dalam program insentif ini, mengingat durasi implementasi insentif yang terbatas.

Sementara itu, seperti halnya kita ketahui dari Undang-Undang Cipta Kerja, setidaknya mengulas mengenai kepemilikan properti untuk Warga Negara Asing, dan amandemen beberapa kebijakan terkait apartemen, bangunan, perumahan, tata ruang dan pengadaan tanah.

Terkait kebijakan apartemen, penyediaan apartemen umum dengan minimal 20% dari total luas lantai yang akan dibangun merupakan salah satu yang perlu dilanjutkan, dengan ketentuan tambahan bahwa Pemerintah Pusat akan menunjuk Badan Percepetan Penyelenggaraan Perumahan (BPPP) sebagai pengelola dana konversi.

Sementara itu terkait bangunan, saat ini terdapat penyederhanaan proses penerbitan dokumen kepemilikan apartemen, dan perpanjangan masa berlaku HGB yang didasari tanah bersama. Termasuk diantaranya mengenai mekanisme IMB (Izin Mendirikan Bangunan) yang digantikan oleh PBG (Persetujuan Bangunan Gedung).

Dalam kebijakan tata ruang saat ini menjadi terpusat, sementara kewenangan pemerintah provinsi dan daerah disesuaikan dengan NSP (norma, standar, prosedur) yang berlaku. Dalam hal kebijakan pengadaan tanah, saat ini dikenalkan konsep Bank Tanah, yang berfungsi untuk memastikan kesediaan tanah untuk pembangunan.

Secara umum, sosialisasi dan implementasi akan membutuhkan waktu agar para pemangku kepentingan memahami perannya masing-masing. Selain itu, sinergi antara pemangku kepentingan juga dibutuhkan untuk implementasi kebijakan yang berujung pada efektifitas pengelolaan aset dan properti.

Penulis : Syarifah Syaukat

Share:
Back to Blogs