Menurunnya Popularitas Padel, Indonesia Harus Waspada!

Thursday, 23 October 2025

Padel merupakan salah satu cabang olahraga dengan basis racket sports yang menyerupai tennis, bulutangkis, pickleball, dan squash. Bedanya, olahraga ini lebih mudah daripada tennis dan lebih advanced dari pada bulutangkis. Hal ini menjadikan padel dapat dimainkan oleh seluruh kalangan dan rentang usia. Uniknya, lapangan padel memiliki dinding pantul seperti squash dan bola harus dipantulkan setiap melakukan permainan.

Olahraga ini berasal dari meksiko dan muncul pertama kali pada tahun 1969, menjadi popular di beberapa negara seperti Swedia, Chile, India, Arab, dan juga Indonesia. 

Pada era Covid-19, healthy lifestyle menjadi salah satu hal yang diminati oleh seluruh masyarakat di dunia dan padel merupakan salah satu penyaluran gaya hidup tersebut. 

Tingginya minat padel oleh masyarakat menjadi peluang bagi pengusaha dan investor untuk menyediakan lapangan sebagai wadah untuk menyalurkan permintaan padel yang meningkat. 

Tingginya popularitas padel menyebabkan penjualan perlengkapan padel seperti outfit olahraga, sepatu padel, raket padel, bola padel, dan aksesoris lainnya meningkat. Produksi perlengkapan tersebut juga mengalami peningkatan yang drastis. 

Namun, seiring berjalannya waktu, padel mengalami penurunan yang drastis dan memberikan efek negatif terhadap pengusaha lapangan padel. Contohnya saja, Swedia telah menutup lebih dari 10% lapangannya selama tahun 2022 hingga 2024. Berakhirnya pandemi menjadi salah satu alasan penurunan popularitas padel. 

Tren padel di Indonesia dipopulerkan oleh expatriate asal Eropa dan Amerika Latin yang bermain di Bali. Hingga akhirnya dikenal permainan ini ke beberapa kota besar lain di Indonesia, seperti Jakarta, Banten, Surabaya, Yogyakarta, dan lain sebagainya. 

Performa padel di Indonesia tengah mengalami peningkatan yang drastis dan memberikan efek positif kepada investor dan pengusaha. Federation Internationale de Padel (FIP) mengatakan Indonesia telah memiliki 134 lapangan padel dan menduduki peringkat ke 29 di dunia pada Mei 2024. Jumlahnya mencapai 51% dari keseluruhan lapangan padel di Asia Tenggara. Sampai sekarang, padel masih menjadi olahraga yang diminati oleh masyarakat Indonesia.

Meskipun begitu, Indonesia harus berkaca pada peristiwa yang terjadi di Swedia. Ketika popularitas padel di Indonesia menurun, dapat diprediksikan bahwa okupansi dari lapangan padel akan menurun dan menjadi sepi peminat. 

Fenomena di atas dapat dianalogikan sebagai bubble dalam sektor gaya hidup, yang juga berimplikasi dengan pengelolaan lahan/aset lahan untuk gaya hidup. Untuk menghindari kondisi jenuh terkait penyediaan sarana permainan ini, maka diperlukan penghitungan yang akurat terkait pasokan yang tersedia, dan potensi permintaan masyarakat. Sehingga kedepan, penurunan permintaan dapat diantisipasi dan pertumbuhan pasokan dapat dikendalikan dengan baik.

Upaya menjaga permintaan pasokan dapat dilakukan dengan menumbuhkan event kompetisi pada berbagai skala, sehingga popularitas dari permainan ini dapat terus hidup, di tengah kebutuhan gaya hidup sehat dan tentu saja dengan ekspektasi permintaan lahan untuk pengembangan sarana properti berbasis gaya hidup terus berlanjut.

 

Penulis : Jovan Rafkhansa

Sumber :

https://www.cnbcindonesia.com/

https://www.tempo.co/

https://katadata.co.id/

https://radarjogja.jawapos.com/

Share:
Back to Blogs