Setelah proses dan diskusi panjang mengenai Tapera, Mahkamah Konstitusi (MK) secara resmi membatalkan peraturan tersebut. Penetapan ini merupakan pengabulan gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera.
Pada amar putusan tersebut, MK menyatakan UU Tapera berseberangan dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dilakukan penataan ulang sebagaimana amanat Pasal 124 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Dalam hal ini, MK memberikan waktu dua tahun sebagai grace period untuk merevisi isi UU Tapera. MK menilai pembatalan seketika terhadap UU 4/2016 tanpa masa transisi dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan gangguan administratif dalam pengelolaan iuran maupun aset peserta termasuk potensi risiko hukum terhadap entitas pelaksana seperti Badan Pengelola Tapera dan lembaga keuangan terkait.
Pengabulan permohonan ini disebabkan oleh sifat Tapera yang tidak sesuai dengan konsep tabungan sukarela. Pasal 7 ayat (1) UU No 4 Tahun 2016 mewajibkan setiap pekerja untuk turut membayar iuran, termasuk pekerja mandiri yang berpenghasilan upah minimum. Pasal itu dianggap tidak sejalan dengan UUD 1945. MK menyatakan bahwa pasal tersebut membuat Tapera bersifat memaksa dan membuat para pekerja menanggung beban tambahan di samping iuran lainnya.
Keputusan ini menjadi angin segar bagi para pekerja, sebab iuran Tapera terhitung cukup besar terhadap gaji bulanan. Di sisi lain, belum ada kepastian hasil dari iuran Tapera yang dibayarkan oleh pekerja di masa depan. Hal ini tercermin dari besaran iuran yang tidak cocok dengan harga rumah di pasaran.
Selain itu, MK juga mengupayakan agar UU Tapera dapat memberikan hunian yang selayaknya diharapkan, bukan sekedar tabungan yang bisa dicairkan di masa pensiun. Oleh sebab itu, MK melalui putusan ini juga secara tidak langsung mendorong pembuat kebijakan untuk mampu membuat skema yang dapat memenuhi kebutuhan hunian untuk masyarakat.
Diharapkan, hingga dua tahun ke depan, revisi UU Tapera bisa memberikan solusi rumah terjangkau untuk masyarakat. Tidak hanya itu, harapan besar ini juga menjadi ajang bagi pemerintah untuk mencari solusi terbaik untuk menangani angka backlog yang tinggi secara nasional.
Penulis: Dita Aulia Oktaviani
Sumber:
https://nasional.kontan.co.id/
https://www.mkri.id/