Kota di Tengah Desa, Apakah Bisa? | KF Map – Digital Map for Property and Infrastructure in Indonesia
Kota di Tengah Desa, Apakah Bisa?
Friday, 10 June 2022

Desa merupakan wilayah yang memiliki tingkat kepadatan rendah yang pada umumnya hanya terdiri dari penduduk yang homogen dengan mayoritas pencaharian bergantung pada pertanian (agraris). Selain itu, desa juga dikenal sebagai wilayah yang dianggap cukup terbelakang dibandingkan dengan wilayah perkotaan, rendahnya lapangan kerja yang terdapat di desa membuat kebanyakan orang melakukan urbanisasi.

Adanya kegiatan tersebut membentuk ketimpangan pembangunan antara kota dengan pedesaan. Desa sebagai area pusat pemasok (pertanian) semakin tertinggal, desa pun yang semakin ditinggalkan oleh penduduk usia produktifnya, sehingga memiliki produktivitas yang stagnan.

Sementara itu kota, menjadi pusat pertumbuhan semakin menanggung beban yang berlebih yang berujung menjadi congested area. Sehingga munculah konsep yang memadukan dua unsur ini yang dikenal sebagai agropolitan.

Agropolitan adalah kata yang terdiri dari agro dan politan (poli), agro memiliki arti sebagai pertanian, sedangkan politan memiliki arti sebagai kota, sehingga agropolitan merupakan kota pertanian atau kota yang terletak di lahan pertanian.

Agropolitan menjadi konsep kota yang bergerak melalui industri agribisnis, melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian di wilayah sekitarnya.

Demi terwujudnya sistem kawasan agropolitan, terdapat empat unsur yang harus dimiliki yang berkesinambungan dengan kelestarian lingkungan. Keempat persyaratan tersebut, yakni:

1. Wilayah desa memiliki sumber daya lahan yang sesuai dengan agroklimat tanaman yang memiliki potensi pasar tinggi untuk dijadikan komoditas unggulan desa tersebut

2. Hadirnya sarana dan prasarana agribisnis yang mendukung pengembangan sistem pertanian, seperti pasar, alat dan mesin untuk mendukung pertanian, lembaga keuangan untuk modal para petani, kelembagaan penyuluhan pertanian untuk konsultasi para petani, dan percobaan teknologi pertanian, serta jaringan infrastruktur irigasi yang baik untuk mendukung produksi

3. Terdapatnya sarana dan prasarana umum yang menunjang konektivitas antara desa dengan kota sebagai pemasok kebutuhan pada supply chain, seperti aksesibilitas jalan ke sentra produksi, aksesibilitas transportasi penumpang dan barang, telekomunikasi, dan air bersih.

4. Terdapatnya sarana dan prasarana kesejahteraan sosial masyarakat, berupa fasilitas kesehatan, pendidikan, rekreasi, dan fasilitas pengembangan budaya dan seni.

Keempat unsur tersebut diperlukan berkesinambungan dengan unsur kelestarian hidup yang diharapkan dapat berkelanjutan, seperti kelestarian dengan sumber daya alam, sosial budaya desa tersebut, dan hubungan antara kota dengan desa yang harmonis.

Sistem kawasan agropolitan harus terintegrasi dengan baik agar dapat membantu mendorong pertumbuhan di wilayah sekitarnya, agropolitan akan dianggap gagal apabila tidak mampu menumbuhkan wilayah yang berada di sekitar desa tersebut. 

Kawasan agropolitan bertumpu pada usaha agribisnis yang menghasilkan suatu produk, produksi akan maksimum bila usaha-usaha agribisnis tersebut menggunakan konsep integrated farm. Pertanian terintegrasi ini memiliki berbagai macam bentuk, seperti multiple cropping (pertanaman ganda), mixed farm (pertanaman yang bercampur dengan ternak), dan mina padi (pertanian dengan ikan).

Tentunya kawasan agropolitan yang memiliki pertanian terintegrasi akan membantu para petani untuk mengurangi risiko gagal panen, mendaur ulang sisa limbah dari panen untuk makanan ternak dan kotoran ternak untuk pupuk tanaman, serta memiliki periode panen yang lebih sering. Pembangunan ini dapat mengurangi jarak kesenjangan antara kota dan desa dengan dibuatnya desa yang lebih maju yang diharapkan dapat menambahkan produktivitas desa dalam rantai pasokan yang pada akhirnya turut menumbuhkan perekonomian di desa. 

 

Penulis: Sebastian Tri Anggoro

Sumber:

Pertanian, K. (2002). Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Agropolitan. Kementerian Pertanian. Jakarta

Basuki, A. T. (2012). Pengembangan kawasan agropolitan. Jurnal Ekonomi & Studi Pembangunan, 13(1), 53-71.

www.kompasiana.com

Share:
Back to Blogs