JAKARTA - Knight Frank Indonesia mencatat sektor residential, terutama jual beli unit kondominium, menjadi salah satu sektor dengan transaksi yang masih terus bergerak di tengah pandemi. Bahkan, segmen pengguna menjadi prime mover atau penggerak utama.
Senior Research Advisor Knight Frank Indonesia, Syarifah Syaukat menyebutkan, pada tataran regional, rerata indeks residential di beberapa kota di Asia Pacific berada pada kisaran 4,5% secara tahunan atau year on year (yoy) di kuartal II-2021, sedikit melemah dibandingkan kuartal sebelumnya yakni 4,4%.
"Index tertinggi berada di Beijing pada 14,8%," kata Syarifah dalam press conference, Kamis (5/8).
Ia melanjutkan, beberapa kota metropolitan mengalami pelemahan indeks harga residential bahkan cenderung negatif, seperti Kuala Lumpur minus 3,1%, Bengaluru minus 2%, dan Mumbai minus 1,2%.
Sementara, indeks residential Jakarta sebesar 0,8% masih berada di atas Bangkok 0,1% dan Singapura 0,4%. Posisi ini diprediksi masih akan berlangsung sampai akhir tahun ini.
Menurut Syarifah, pandemi covid-19 pada dasarnya menjadi masa di mana konsumen mencari atau membeli hunian. Hal ini karena semua kegiatan baik belajar atau bekerja dilakukan di dalam hunian.
"Sehingga, unit dengan harga terjangkau dan dilengkapi aksesibilitas yang tinggi menjadi preferensi masyarakat saat ini. Kemudahan pembayaran dan stimulus akan membantu merealisasikan optimisme transaksi," ujar Syarifah.
Lebih lanjut, ia menuturkan beberapa ulasan sektor residential kondominium strata di Jakarta untuk paruh pertama tahun 2021, diantaranya pasokan apartemen strata di semester I-2021 tercatat 223.635 unit, mencakup kumulasi stok yang bertambah dari periode sebelumnya.
Kemudian, tingkat penjualan relatif stagnan dari periode sebelumnya di 95,7%, diikuti dengan kecenderungan harga jual yang melemah. Adapun, stok baru yang akan masuk sampai tahun 2024 sejumlah 38.278 unit, menurun dibandingkan dengan semester sebelumnya yakni 47.708 unit.
Angka penjualan awal atau presales untuk unit baru meningkat jika dibandingkan dengan semester sebelumnya, yaitu di kisaran 62,5%.
Sementara, serapan apartemen terbesar saat ini datang dari segmen menengah (middle) sebesar 41,3%, diikuti dengan segmen lower-middle sebesar 23,6%. Total unit yang terserap pasar oleh kedua segmen tersebut sejumlah 139.140 unit.
Syarifah mengatakan, strategi pemberian insentif ditawarkan pengembang pada penjualan unit baru, seperti uang muka 0%, buy now pay later, tambahan diskon uang muka, tambahan perabotan, dan sebagainya.
"Dari perspektif pengelola atau pengembang apartemen, terungkap opini bahwa insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan terefleksi lebih baik dalam performa penjualan jika diperpanjang sampai akhir tahun ini," tuturnya.
Sektor Apartemen Sewa
Lain halnya dengan sektor apartemen sewa yang masih terdampak pandemi covid-19, yang total pasokan apartemen sewa pada periode ini tidak mengalami perubahan atau tetap sebanyak 8.978 unit. Rerata tingkat penyewaan periode ini sebesar 59,9%, atau melemah 3,4% dari semester sebelumnya.
Penurunan tingkat penyewaan terjadi setelah repatriasi WNA/TKA di awal tahun ini, namun secara bergelombang TKA kembali lagi ke negara asalnya karena pandemi yang meningkat sejak Juni. Sementara, permintaan terhadap program staycation dan longstay menjadi strategi mempertahankan tingkat hunian.
Sebagian besar proyek masih menahan harga sewa dan belum ada perubahan. Tercatat ada 1.670 unit future supply hingga tahun 2023, dengan mayoritas berlokasi di kawasan Central Business District (CBD).
Lalu, diketahui ada dua proyek dari future supply yang menunda masuk pasar pada tahun 2020 dan berencana akan masuk pasar pada akhir tahun ini. Bahkan, ada satu proyek lainnya yang akan masuk di tahun ini telah tertunda sejak tahun 2019.
Selain menerapkan protokol kesehatan, lanjut dia, beberapa apartemen sewa juga telah mengantongi sertifikat CHSE, sebagai kepastian kenyamanan dan keamanan bagi konsumen.
"Permintaan paska-pandemi diperkirakan akan bertahap dalam jangka pendek, sangat tergantung pada tingkat keberhasilan vaksinasi serta implementasi turunan peraturan Omnibus Law terkait akses pekerja asing," tuturnya.
Sektor Perkantoran
Sementara itu, Associate Director Knight Frank Indonesia, Andi Rina Martianti mengatakan bahwa sektor properti kembali mendapatkan imbas dari ritme kasus pandemi di kuartal II-2021. Perpanjangan sistem bekerja dari rumah atau Work For Home (WFH) dan evaluasinya memberikan implikasi terhadap transaksi di sektor perkantoran.
Publikasi “What APAC Occupiers Want” dari Knight Frank Asia Pacific menyebutkan bahwa terjadi perubahan persepsi para penyewa perkantoran dalam ekspansi di tengah pandemi.
Selain itu, para penyewa juga menaruh perhatian lebih pada kenyamanan dan kesehatan ruang kantor saat ini, diantaranya kebutuhan untuk melengkapi sarana tambahan di perkantoran untuk menjaga dan memelihara kesehatan para pekerja. Contohnya, sarana dan fasilitas olahraga, pos penerimaan paket, tempat relaksasi, tempat penyimpanan sepeda, concierge, sarana penitipan anak, dan ruang edukasi.
"Rerata indeks harga sewa ruang kantor di beberapa kota di Asia Pacific melemah minus 2,9% dari kuartal sebelumnya yakni minus 0,3%. Bengaluru, Tokyo, dan Singapura menjadi kota-kota yang menghadapi tantangan relatif cukup tinggi di semester ini, sementara Jakarta dan Kuala Lumpur membayangi," ungkap Rina.
Lebih rinci, ia menyampaikan rekam jejak pasar properti di sektor perkantoran di Jakarta pada semester I-2021, antara lain RDTX Place atau Chitaland Tower menjadi satu-satunya gedung perkantoran yang tetap komit memasuki pasar di semester ini. Dengan luas berkisar 94.000 m2, koridor Kuningan mendapatkan tambahan pasokan baru ruang kantor.
Koreksi tingkat hunian tidak bisa dihindari sebesar minus 2%, saat ini menjadi 72,99%. Penurunan tingkat hunian disebabkan beberapa hal diantaranya; habis masa sewa dan tidak memperpanjang sewa, relokasi, dan pengurangan ukuran ruang yang diperlukan. Beberapa rencana ekspansi juga harus tertunda di semester ini.
Serapan tahunan ruang kantor menunjukkan bahwa ruang kantor tingkat A dan C masih mampu menyerap ruang kantor dan menunjukkan nilai positif dibandingkan dengan tipe lainnya. Harga sewa harus beradaptasi dengan kondisi pasar saat ini.
E-commerce, Financial Technology, Information Technology, dan Trading masih menjadi sektor prospektif yang menyerap ruang perkantoran di CBD Jakarta.
"Setidaknya empat proyek pembangunan gedung perkantoran diketahui menunda memasuki pasar hingga waktu yang belum dipastikan," tutupnya.
Penulis: Fitriana Monica Sari
Sumber:
www.validnews.id