Pemerintah Indonesia telah menetapkan banyak undang-undang untuk melindungi lahan pertanian, khususnya sawah. Salah satu upaya tersebut adalah dengan penetapan Lahan Sawah Dilindungi (LSD).
Beberapa undang-undang utama yang mengatur LSD diantaranya Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah, Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 2 Tahun 2024 menetapkan standar untuk penetapan LSD dan prosedur untuk pengawasan dan pengendaliannya, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan.
Dengan adanya regulasi tersebut, pemerintah berupaya untuk menjaga lahan sawah tidak mudah dialihfungsikan. Meskipun demikian, LSD masih dimungkinkan untuk dialihfungsikan dalam kasus tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Situasi tersebut contohnya, pembangunan Proyek Strategis Nasional, fasum dan fasos, serta bencana alam atau kondisi darurat yang menyebabkan LSD tidak produktif.
Permohonan perubahan penggunaan tanah pada LSD harus diajukan kepada Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang dengan melengkapi dokumen berikut:
Setelah dokumen diserahkan, pemerintah akan memverifikasi dan evaluasi dengan pihak terkait. Kemudian, Menteri ATR/BPN mengambil keputusan berdasarkan hasil evaluasi dan rekomendasi dari tim teknis. Jika disetujui, pemohon diwajibkan mengganti lahan sawah yang terdampak dengan lahan lahan yang memiliki kualitas setara atau lebih baik sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Kendati demikian, baru-baru ini Menteri ATR/BPN mengeluarkan kebijakan moratorium lahan sawah. Yang artinya, permohonan alih fungsi lahan saat ini tidak akan diproses sampai jangka waktu tertentu. Calon pemohon harus menunggu sampai pengumuman lanjutan dari pemerintah untuk pengajuan pembebasan LSD.
Penulis: Dita Aulia Oktaviani
Sumber:
https://kab-pasamanbarat.atrbpn.go.id/
https://sumbar.atrbpn.go.id/