Apa Itu Akta Jual Beli? | KF Map – Digital Map for Property and Infrastructure in Indonesia
Apa Itu Akta Jual Beli?
Date: Friday, 4 March 2022

Proses jual beli tanah atau properti lainnya memang tidak bisa terlepas dari berbagai bukti otentik. Masing-masing transaksi harus memiliki bukti jual beli yang sah secara hukum agar tidak ada masalah di kemudian hari. Bukti jual beli tanah dinyatakan dengan AJB atau Akta Jual Beli Tanah dan Bangunan.

AJB merupakan dokumen otentik yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk peralihan hak atas tanah & bangunan. PPAT diangkat oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Dalam sistem pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, proses jual beli tanah hanya bisa dilakukan dengan akta dari PPAT sebagai bukti.

Fungsi dari AJB sendiri adalah sebagai dasar bagi penjual dan pembeli dalam melakukan pertanggungjawabannya masing-masing pada proses jual beli tanah. AJB juga berfungsi sebagai bukti kuat untuk menggugat pihak lain jika melupakan kewajibannya

AJB dibuat setelah seluruh pajak yang muncul akibat jual beli sudah dibayarkan oleh penjual & pembeli. Pajak yang dimaksud antara lain yaitu pajak penghasilan (PPh), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), dan nilai jual obyek pajak tidak kena pajak (NJOPTKP).

Prosedurnya, penjual dan pembeli menandatangani AJB di depan PPAT di depan para saksi. Biaya pembuatan AJB biasanya 1% dari transaksi yang tertera di akta, dan biasanya baik penjual dan pembeli menanggung biaya pembuatan akta ini.

Perlu diingat bahwa AJB bukan merupakan dokumen kepemilikan tanah dan atau bangunan. Karena, setelah urusan AJB selesai, pembeli harus melakukan proses balik nama atas sertifikat atau membuat sertifikat hak milik (SHM).

Sertifikat tanah adalah alat bukti yang kuat dan resmi, asalkan data-data yang ada di dalamnya sesuai dengan data yang ada di dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.

Proses jual beli tanah yang terdaftar dan sah di mata hukum, dengan kepemilikan sertifikat akan memiliki risiko hukum yang rendah. Sebaliknya, tanah yang belum terdaftar kepemilikan dan tidak ada sertifikat memiliki risiko hukum yang cukup tinggi.

 

Penulis : Muhamad Ashari

Sumber:

www.popbela.com

www.pinhome.id

Share:
Back to Blogs